Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Jargon “kerja kerja kerja” adalah ungkapan yang merujuk pada budaya kerja yang dilakukan dengan sungguh sungguh dan sangat intens serta fokus pada produktivitas dan yang ekstrim adalah seringkali dengan sedikit atau tanpa waktu istirahat.
Jargon ini sama dengan makna berjuang. Berjuang berarti berusaha keras, semaksimal mungkin, bertempur, atau berperang untuk mencapai suatu tujuan, yang seringkali dalam situasi yang sulit atau penuh tantangan. Sementara menurut Wikikamus, berjuang melibatkan upaya, pengorbanan, dan tekad kuat untuk mengatasi rintangan demi tujuan yang ingin dicapai.

Surabaya di era perang kemerdekaan telah menggelorakan semangat berjuang. Mereka dalam berjuang mencurahkan segenap jiwa dan raga, hidup dan mati demi meraih dan mempertahankan cita cita, yaitu kemerdekaan.
Berjuang merasuk dalam hati sanubari rakyat Surabaya Surabaya. Kata itu lugas, jelas dan tegas. Mudah dipahami dan aplikatif apa maksudnya. Pun demikian dengan jargon “Kerja Kerja Kerja” yang ringkas, lugas, jelas dan tegas.
Orang Surabaya bilang “tanpa tedeng aling aling”. “Tanpa tedeng aling-aling” artinya adalah terus terang, apa adanya, tanpa ditutup-tutupi dan disembunyikan atau terkandung. Ungkapan ini menggambarkan sikap keterbukaan dan kejujuran dalam berkomunikasi atau bertindak. Orang Surabaya, arek Suroboyo mengatakan egaliter.
Egaliter adalah suatu paham atau prinsip yang menekankan kejelasan, kesetaraan dan persamaan derajat di antara semua orang, tanpa memandang perbedaan status sosial, ekonomi, ras, jenis kelamin, atau faktor-faktor lain.
Digunakannya diksi “kejuangan” dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya yang merupakan Reperda Inisiatif Dewan oleh A Hermas Thony, Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024, kata kejuangan menjadi kunci dasar dalam upaya pembangunan kota Surabaya.
“Perda ini selanjutnya menjadi landasan Perda Perda lainnya di Surabaya agar masyarakat, aparatur pemerintah daerah, dan badan hukum yang berada di Surabaya bisa bekerja semaksimal mungkin dalam mewujudkan tujuan dibawah masing masing ruang lingkup Perda”, jelas Thony, yang ditemui pada Rabu siang (30/7/25).
Diksi “Kejuangan” sekaligus sebagai juklak praktis sehingga mudah diterjemahkan dan diaplikasikan. Menurutnya penjabaran kejuangan yang ia susun adalah seperti dan sebagaimana diarahkan oleh Bagian Biro Hukum dalam sebuah pertemuan di Balai Kota, yang juga dihadiri oleh Dinas Kebudayaan, Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya.
Penggunaan diksi “Kejuangan” dalam judul Raperda agar Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya ini bisa memberikan garis besar instruksional dalam pelaksanaan pembangunan di kota Surabaya. (PAR/nng)