Aksara
Rajapatni.com: SURABAYA – Kamus mendokumentasikan kosa kata suatu bahasa. Kamus ini menyajikan kumpulan kata, istilah, frasa, dan ungkapan, yang disertai penjelasan makna serta pengucapan. Juga berisi contoh kalimat.
Yang menarik adalah kita bisa tahu bunyi bahasa secara phonetic (pelafalan kata) karena kamus menyediakan informasi fonetik atau ejaan fonetis yang menggunakan simbol-simbol tertentu, yang merepresentasikan cara pengucapan suatu kata secara akurat, terutama untuk bahasa-bahasa dengan sistem ejaan yang tidak ideal.

Kamus juga memuat kunci untuk memahami simbol-simbol fonetik tersebut, sehingga pengguna dapat mempelajari dan membaca cara pengucapan kata yang tepat.
Siapapun penyusun kamus pastinya mengalami suatu proses yang tidak mudah karena mencakup pengumpulan data secara ekstensif, pengolahan data yang cermat, serta perhatian terhadap detail seperti ejaan, fonologi, morfologi, dan sintaksis suatu bahasa.
Dalam kepustakaan kita, telah ada kamus Bahasa Kawi – Bahasa Bali – Bahasa Belanda. Masih ada kamus dalam bahasa bahasa daerah lainnya. Apalagi bahasa yang telah langka, seperti bahasa Kawi. Sumber datanya pastilah susah karena penuturnya sudah tidak ada.

Bersyukur ada Herman van der Tuuk, yang di abad 19, menyusun kamus bahasa Kawi – Bahasa Bali. Ada pula Kamus Bahasa Lampung dan Bahasa Batak.
Menariknya adalah Herman van der Tuuk mulai mengenal bahasa daerah: Jawa dan Madura di Surabaya ketika masih kecil, belum sekolah dasar “Europese Lagere School”.
Herman van der Tuuk masuk Surabaya bersama orang tuanya pada 1825 setelah Belanda menukar Malaka dengan Bengkulu dari Inggris. Van der Tuuk sendiri lahir di Malaka pada 1824. Jadi Van der Tuuk masuk Surabaya pada usia 1 tahun.
Di usia muda itu, Van der Tuuk belajar bahasa lokal dari pembantu dan teman sepermainan. Ketika usia 6 tahun, Van der Tuuk belajar bahasa Belanda di Sekolah Dasar Eropa (Europese Lagere School. Tentunya di Surabaya.

Di Surabaya pernah ada jalan Schoolstraat, pada awal abad 19. Di situlah sekolahan berada di awal awal abad 19. Dalam perkembangan kota Surabaya, Schoolstraat berubah menjadi Bankstraat, yang sekarang berubah menjadi Jalan Garuda. Jalan Garuda berada di kawasan Kota Lama Surabaya sekarang.
Kamus Media Pelestarian Budaya
Melalui kamus, sesungguhnya menjadi sebuah upaya menjaga Identitas dan Budaya. Aksara daerah adalah bagian dari identitas budaya suatu wilayah yang memiliki kaitan kuat dengan prinsip, kebiasaan, dan sejarah masyarakatnya. Kamus yang menyertakan aksara asli membantu menjaga dan melestarikan identitas budaya tersebut.
Kamus juga menjadi Media Komunikasi Tertulis. Aksara daerah adalah media tertulis untuk berkomunikasi dan mengekspresikan kebudayaan suatu masyarakat. Keberadaannya dalam kamus membuat bahasa daerah dapat diakses dan digunakan secara tertulis, bukan hanya lisan.
Yang jelas adalah Aksara daerah menjadi gerbang untuk memahami kekayaan kosakata bahasa daerah secara lebih utuh dan mendalam. Ini membantu dalam mempelajari dan memahami teks-teks yang ditulis dalam bahasa daerah dengan lebih baik.
Kamus bahasa daerah, yang menggunakan aksara asli, menjadi sumber belajar yang otentik bagi siswa, santri, dan masyarakat umum untuk mempelajari dan memahami bahasa serta budaya daerah dengan lebih komprehensif. (PAR/nng)