Herman van der Tuuk Gunakan Nama Berinisial S.B. (Surabaya).

Aksara

Rajapatni.com : SURABAYA – Inisial S.B., yang berarti Surabaya, tentu memiliki makna tersendiri bagi van der Tuuk. Ia memang pernah tinggal di Surabaya bersama orang tuanya, yang tercatat sebagai seorang pejabat tinggi di Surabaya.

Nama Herman Neubronner van der Tuuk ini mencuat kembali di Surabaya ketika ada kunjungan Duta Besar Belanda untuk Indonesia, yang waktu itu dijabat oleh Lambert Grijns, di makam Eropa Peneleh Surabaya pada Selasa (30/7/24) tahun lalu. Dalam kunjungan di makam Eropa Peneleh itu, Dubes Belanda sempat berhenti di depan kuburan Van der Tuuk dan menyempatkan membuat konten video. Ia teringat cerita ayahnya tentang Van der Tuuk ketika masih di Bogor. Ya, Dubes Lambert lahir di Bogor pada 1962.

Herman Neubronner van der Tuuk, yang lahir di Malaka 1824 dan meninggal di ꦯꦸꦫꦨꦪ Surabaya pada 1894, adalah seorang ahli bahasa dengan bakat bahasa yang fenomenal. Ia dikenal sebagai salah satu pendiri linguistik modern untuk beberapa bahasa daerah seperti Melayu, Jawa, Sunda, Toba, Lampung, Kawi (Jawa Kuna), dan Bali. Karyanya telah memberikan kontribusi besar terhadap pemahaman dan dokumentasi kekayaan budaya linguistik Indonesia.

 

Van der Tuuk tinggal di Surabaya

Menurut C.D. Grijns, seorang ilmuwan Belanda dari Universitas Leiden, Van der Tuuk pada usia sepuluh tahun, tinggal di Surabaya bersama orang tuanya. Yaitu pada tahun 1834. Bapaknya adalah pejabat tinggi kantor pengadilan Raad Van Justitie di Surabaya, yang makamnya jadi satu dengan Herman van der Tuuk di Peneleh. Sefridus van der Tuuk meninggal pada 1853 (1776-1853).

Nisan ayah Herman Van der Tuuk di Peneleh. Foto: nng

Karenanya bicara dalam bahasa Belanda sangat diperhatikan. Yaitu menggunakan bahasa Belanda yang baik dan benar. Penggunaan bahasa Belanda yang baik dan benar adalah citra keluarga.

“But through contacts with servants and playmates, Van der Tuuk certainly familiarized himself with Javanese and local pasar Malay” (Namun melalui kontak dengan pembantu dan teman bermainnya, Van der Tuuk tentu saja membiasakan diri dengan bahasa Jawa dan Melayu pasar setempat), tulis C.D. Grijns dalam sebuah artikel yang berjudul “Van der Tuuk in the Study of Malay”.

 

Belajar Bahasa Jawa di Surabaya

Di Surabaya lah, ia mulai mengenal dan belajar bahasa Jawa dan Melayu Pasar.

Pada masa berikutnya ketika Van der Tuuk menginjak lebih dewasa dan bersekolah Grammar School di Belanda, ia punya pilihan. Setelah selesai sekolah grammar di Belanda, dia masuk sekolah Hukum di universitas Groningen.

Namun demikian, dia malah mendalami bidang bahasa di Belanda. Ia belajar bahasa Portugis, Inggris, Arab, Jawa dan Melayu.

“In the year 1845 he moved to Leiden where his studies of Sanskrit, Arabic and Persian were guided by Th.W.J. Juynboll”, tulis C.D. Grijns.

Di tahun 1845, dia pindah ke Leiden dimana ia belajar Bahasa Sansekerta, Arab dan Persia dari guru Th.W.J. Juynboll.

Luar biasa, pada 1846, Van der Tuuk menerbitkan publikasi pertamanya di bidang bahasa, bahasa Indonesia (Malay).

 

Van der Tuuk Beriniaial S.B. (Surabaya).

Ketika Van der Tuuk berusia 22 tahun atau tahun 1846, Van der Tuuk mengubah namanya dengan inisial “S.B”, yang merupakan kependekan dari Surabaya.

S.B. adalah inisial Van der Tuuk. Foto: nng

“The 22 year old Van der Tuuk replaced his name with pseudo initials S.B., which stands for Surabaya”,(Van der Tuuk yang berusia 22 tahun mengganti namanya dengan inisial S.B. yang merupakan singkatan dari Surabaya). jelas C.D. Grijns.

Memperhatikan nama Van der Tuuk dalam kaitannya dengan Surabaya sungguh luar biasa. Awal masa remaja, ia tinggal di Surabaya. Ia belajar bahasa Jawa di Surabaya. Selanjutnya ia belajar bahasa Kawi (Jawa Kuna) dan Jawa, yang secara artefak memang tersedia banyak temuan temuan dari era Majapahit di kawasan Trowulan, yang waktu itu masuk karesidenan Surabaya.

Karenanya Van der Tuuk pun tidak asing dengan aksara Jawa Kuna dalam perjalanan hidupnya.

Tanggal 8 Desember 1847 the Netherlands Bible Society menunjuk Van der Tuuk sebagai delegasi bahasa Batak dan karenanya ia disuruh belajar bahasa Batak dan menerjemahkan kitab Injil ke dalam bahasa Batak. Untuk itu dia harus pergi ke London pada 1848 untuk belajar manuskrip beraksara Batak di sana.

Pada 2 September 1849 Van der Tuuk tiba kembali di Batavia, seminggu kemudian (9/9/1849) ia pergi menuju Surabaya untuk menjenguk saudaranya. Pada akhir 1849 hingga awal 1851 ia tinggal di Jakarta.

Awal tahun 1870 the Netherlands Bible Society mengirim Van der Tuuk ke Bali dan akhirnya menetap di Buleleng. Selama 20 tahun antara tahun 1851 hingga 1870, Van der Tuuk wira wiri di berbagai tempat di Nusantara termasuk ke Belanda dalam misi Bible, yang di dalamnya menerjemahkan Bible ke bahasa bahasa lokal.

Selama di Bali, Van der Tuuk mendalami Kawi (Jawa Kuna) Jawa dan Bali termasuk membuat Kamus Besar Kawi-Bali-Belanda sampai kemudian ia meninggal pada 17 Agustus 1894.

Sebelum meninggal ia harus dikirim ke Surabaya karena penyakitnya. Ia dirawat di rumah sakit militer dan akhirnya meninggal pada 17 Agustus 1894, yang selanjutnya dimakamkan di Pemakaman Eropa Peneleh.

Di masa hidupnya Van der Tuuk memiliki riwayat emosional dengan Surabaya. Ayahnya pejabat tinggi di pengadilan Raad Van Justitie dan dimakamkan di Surabaya. Ikatan emosional itu diwujudkan dengan nama inisial S.B.  (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *