Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – “Kenalilah dirimu, kenalilah rumahmu, kenalilah lingkunganmu dan kenalilah negerimu, tanah airmu, dan ibu Pertiwi mu” adalah ungkapan bijak karena mengandung makna mendalam tentang cinta tanah air dan identitas diri sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
Ungkapan ini mengajak untuk memahami lebih dalam tentang sejarah (history), budaya (culture) dan kekayaan alam (nature) Indonesia serta peran manusia (people) dalam mengelola dan memanfaatkannya untuk kesejahteraan bagi semua.
Itu semua nature, culture, people dan history tersaji dalam simbolis Gunungan dalam pewayangan. Gunungan dalam pewayangan, yang juga umum disebut kayon ini, adalah simbol kehidupan untuk melambangkan kehidupan manusia dan alam semesta secara keseluruhan serta kebiasaan dan interaksi makhluk hidup.
Gunungan

Gunungan ini memiliki banyak makna filosofis dan umum digunakan sebagai pembuka dan penutup pertunjukan wayang, serta sebagai penanda pergantian adegan atau lakon.
Ringkasnya Gunungan wayang, atau yang juga disebut kayon, adalah simbol Hayati. “Hayati” merujuk pada segala sesuatu yang berhubungan dengan hidup atau kehidupan. Ini bisa berarti makhluk hidup, atau segala sesuatu yang terkait dengan keberlangsungan hidup suatu organisme.
Secara lebih luas, hayati juga digunakan dalam konteks keanekaragaman hayati, yang merujuk pada kekayaan dan variasi makhluk hidup di Bumi, termasuk interaksi mereka dan lingkungan tempat mereka tinggal.
Hayati (Biological) adalah Alam (Nature), Budaya (culture) dan Orang (people). Ketiga unsur ini saling mempengaruhi yang berjalan (berinteraksi) dalam sebuah ekosistem (lingkaran kehidupan).
Tanah Air Indonesia bisa disebut sebuah ekosistem karena mencakup berbagai komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotik (lingkungan fisik) yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh. Istilah “Tanah Air” sendiri merujuk pada wilayah geografis dan lingkungan tempat tinggal, yang juga merupakan tempat berlangsungnya berbagai proses ekologis.
Dari ketiga unsur: nature, culture dan people yang saling mempengaruhi ini, hanya manusia yang diberi akal pikiran untuk bisa menata dan mengelola lingkungan. Lainnya nature yang terdiri dari tumbuhan hanya bisa merespon rangsangan dari lingkungan dan binatang yang hanya bereaksi secara otomatis terhadap rangsangan tanpa perlu belajar atau berpikir.
Manusia, baik di pedesaan (rural) maupun di perkotaan (urban), sama sama bertanggung jawab pada lingkungan. Peran serta dalam menjaga kelestarian lingkungan adalah kewajiban bagi semua orang, tanpa memandang tempat tinggal.
Baik di kota maupun desa, kerusakan lingkungan akan berdampak pada semua orang. Oleh karena itu, kerjasama dan kesadaran kolektif sangat penting dalam menjaga lingkungan.
Kesadaran Kolektif
Mengingatkan kembali kesadaran kolektif ini harus ada panduan dan tuntunan. Ini menunjukkan betapa pentingnya memberikan arahan dan pedoman dalam membangun atau memperkuat kesadaran kolektif dalam suatu kelompok atau masyarakat.
Kesadaran kolektif, yang merupakan perasaan dan keyakinan bersama, membutuhkan bimbingan agar dapat diarahkan pada tindakan positif dan tujuan yang jelas.
Panduan bisa berupa buku panduan praktis mengenai peran manusia dalam menata lingkungan dan memberdayakan budaya agar membawa manfaat yang ramah lingkungan dan budaya. Maka disanalah tercipta keserasian antara alam, budaya dan manusia yang berkelanjutan. Kuncinya adalah manusia (people). (PAR/nng)