Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA – Di saat isu pembongkaran Rumah Radio Bung Tomo masih membara pada tahun 2016, muncul harapan untuk dibuatnya patung Bung Tomo di pelataran rumah dan menjadikan sebagian dari bangunan baru sebagai tempat publik yang edukatif sebagai kompensasi.

Namun harapan itu bagai isapan jempol belaka. Kini bangunan baru itu jauh dari harapan dekat dengan rakyat. Bahkan orang yang mendekat dan ngintip harus berhadapan dengan keamanan. Kondisi ini sangat ironis dan jauh dari semangat kejuangan.
“Siapapun dalang di balik pembongkaran rumah itu, yang menjadi ingatan kolektif bangsa, berdosa kepada rakyat Surabaya dan bangsa Indonesia karena bangunan itu menyimpan sejarah bangsa”, kata inisiator Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya, A. Hermas Thony.
Dalam penyusunan Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya, Thony mengetahui urgensinya akan perlindungan terhadap nilai nilai Kejuangan yang tertoreh pada bangunan bangunan serta benda dan struktur yang berserak di Surabaya. Jika tidak ada perlindungan dan pelestarian, kemajuan kota akan dengan cepat menggilasnya.
Masih dalam proses penggodokan Raperda saja, kawasan cagar budaya telah ternodai.
“Akan ada berapa lagi cagar budaya yang bakal ternodai?”, tanya Thony. Percepatan penyusunan Raperda bagai berpacu dengan penghancuran.
Karenanya dalam Raperda, yang Thony sudah mulai inisiasi ketika ia masih menjadi Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya pada periode 2019-2024, ia mengatur penyelamatan benda secara tangible dan benda yang intangible. Disadari bahwa jejak kejuangan dan Kepahlawanan ada yang bersifat kebendaan (tangible) dan ketidakbendaan ( intangible).
Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya ini berusaha semaksimal mungkin melindungi, melestarikan dan sekaligus memanfaatkan demi kesejahteraan masyarakat. Ia berharap DPRD Kota Surabaya bisa mengesahkan tepat pada Hari Pahlawan pada 10 November 2025 mendatang. Baginya kejuangan adalah budaya dalam skema Raperda Pemajuan Kebudayaan di Surabaya ini.
“Jiwa dan daya juang masyarakat Surabaya ini sudah turun temurun sejak abad 13, 17, hingga pecah perang 10 November 1945 dan semoga jiwa juang ini terwariskan hingga generasi mendatang. Kerenanya dengan memiliki perangkat hukum, kita ingin memastikan adanya sistematika keberlanjutan budaya juang”, terang Thony.
Meskipun bangunan fisik Rumah Radio Bung Tomo sudah tidak ada, namun nilai sejarah dan semangat juang yang dikandungnya tetap hidup dalam ingatan masyarakat. Sementara upaya untuk membangun kembali Rumah Radio Bung Tomo atau menjadikannya sebagai ruang publik seperti museum atau tempat edukasi sejarah belum lah padam, sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa Bung Tomo dan perjuangan rakyat Surabaya.
Hal ini penting untuk menjaga nilai-nilai sejarah dan semangat perjuangan bagi generasi penerus bangsa. Rumah Radio Bung Tomo, yang pernah terletak di Jalan Mawar nomor 10-12, memiliki nilai historis yang sangat penting. Di situs inilah Bung Tomo, dengan lantang menyuarakan semangat perjuangan melalui siaran radionya, Radio Barisan Pemberontakan Republik Indonesia (RBPRI).
Pidato-pidatonya yang membakar semangat berhasil membangkitkan perlawanan arek-arek Suroboyo, memicu semangat perlawanan yang menjadi salah satu tonggak sejarah penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. (PAR/nng).