Belajar Dari Alam

Budaya

Rajapatni.com: SURABAYA – “Alam adalah kelas” bisa merujuk pada sekolah alam, atau sebuah konsep pendidikan yang memanfaatkan alam sebagai media pembelajaran utama. Pembelajarnya (murid) tidak ada batasan usia. Tergantung sebuah konsep pembelajaran itu untuk siapa dan bagaimana pembelajarannya.

Pernah suatu ketika serombongan wisatawan belanda, yang usianya rata rata sudah dewasa. Mereka nostalgia ke kawasan perkebunan Banyuwangi, Jawa Timur.

Dalam satu bus ada sekitar 20 wisatawan. Perkebunan menjadi salah satu obyek kunjungan. Mereka menginap di Kalibaru, dimana terdapat area perkebunan kopi, karet dan kakao. Selain itu juga kaya akan vegetasi pepohonan buah.

Pada sore menjelang petang, bus tiba di tempat penginapan. Agenda tournya baru keesokan hari. Sore ini saya manfaatkan memetik beberapa daun pohon buah, lalu setiap lembar daun saya potong dengan ukuran sama berbentuk bulat dengan ukuran sebesar uang logam 100 rupiah. Ada 10 daun pohon buah. Ada daun pisang, mangga, kakao, kopi, nangka, jeruk, alpukat, dan lainnya.

Di keesokan hari mulailah tour itu. Di dalam bus saya bagikan beberapa paket daun pohon buah yang masing masing terdiri dari 10 daun. Kepada setiap wisatawan, yang bisa mengenali daun pohon apa, akan mendapat hadiah. Yaitu buku tentang Surabaya.

Mereka tidak bisa mengenali bentuk asli daunnya karena dipotong sama ukuran. Kecuali mereka mengenai aroma daunnya sambil membayangkan buah apa.

Umumnya sulit mengenali. Kecuali buah yang mungkin bisa didapatkan di Belanda. Yaitu buah mangga dan jeruk. Tapi jumlah lembar daun yang dipagu untuk bisa dijawab rata rata di bawah jumlah separuh dari total. Totalnya 10, yang terjawab di bawah lima.

Mengenali daun dan buah kopi. Foto:ist

Tantangan belum selesai. Masih ada kesempatan. Di dalam area perkebunan, mereka bisa mengenali bau pohon pohon buah yang ada dan mengenai tekstur serta permukaan daun. Mereka secara berkelompok menghampiri pepohonan dan berdiskusi apakah mereka mengenal daun yang sesuai dengan lembar lembar daun yang mereka bawa.

Permainan ini menarik. Saya namakan scavenger hunt. Scavenger hunt, atau perburuan pemulung, adalah permainan dimana peserta harus mencari dan mengumpulkan sejumlah benda (daun) dan mencocokkan dengan lembaran daun yang mereka bawa.

Proses permainan ini menyenangkan. Mereka para wisatawan ada yang bertingkah bagai anak kecil. Mereka mencari dan berdiskusi. Hasilnya adalah ada kelompok yang bisa mengenali hingga lebih dari 5 lembar daun.

Setelah waktu yang ditentukan habis, mereka kumpul di hall kecil sambil minum kopi panas dan makan pisang goreng. Mereka menikmati.

Setelah nyaman duduk dan minum kopi, maka barulah menjelaskan daun daun apa saja. Namun sebelumnya mereka diberi kesempatan untuk menjelaskan dan bagaimana mereka bisa menentukan jawaban daun apakah itu.

Mereka mengandalkan penciuman dan ada pula yang yang mengandalkan rasa dengan memetik buahnya lalu mengecapnya. Misalnya buah jeruk, mangga dan kakao yang menjadi bahan mentah coklat.

Ketika menjelaskan buah kakao ada yang nyeletuk bahwa rasanya tidak seperti coklat karena dari Belanda ada yang masih membawa coklat. Si pembawa coklat itu mengatakan bahwa buah kakao itu bukan coklat.

Setiap presentasi oleh setiap kelompok, ada 5 kelompok yang setiap kelompok ada 4 anggota. Setelah presentasi itu maka ada penjelasan daun daun yang terjawab.Selanjutnya tinggal menilai apakah benar atau tidak jawabannya.

Permainan menarik ini juga bisa diaplikasikan buat anak anak dengan tujuan untuk mengenali buah buahan tropis yang tumbuh di Jawa Timur. Kegiatan edukasi ini bisa menambah wawasan tentang kekayaan hortikultura. Hortikultura adalah cabang ilmu pertanian yang mempelajari budidaya tanaman, khususnya sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan.

Pembelajaran melalui alam ini adalah pendekatan pendidikan yang bisa melibatkan anak-anak dengan lingkungan alam sebagai media utama pembelajaran. Pendekatan ini memanfaatkan alam sekitar untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih kaya dan bermakna, dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di dalam kelas. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *