Cagar Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Diduga, Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya tidak tau dan tidak diajak bicara atas pembongkaran atau demolisi bangunan di Jalan Raya Darmo 30, yang terhitung berdiri di Kawasan Cagar Budaya. Dugaan ini disampaikan oleh A. Hermas Thony, selaku tokoh penggerak budaya Surabaya.
“Saya duga kawan kawan TACB tidak diajak konsultasi atas pembongkaran dan rencana pembangunan”, kata Thony.
Dalam Perda Cagar Budaya 1/2024, Pasal 1 angka 9 menyebutkan dengan jelas bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda Cagar Budaya, bangunan Cagar Budaya, struktur Cagar Budaya, situs Cagar Budaya, dan kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Darmo termasuk salah satu kawasan Cagar budaya di kota Surabaya sebagaimana disebut dalam laman Pesona Wisata Surabaya sebagai berikut. https://pesonawisatasurabaya.wordpress.com/tag/daftar-bangunan-cagar-budaya-surabaya/
Daftar itu tentu memiliki dasar penetapan dari Wali kota Surabaya.
Atas pembongkaran persil itu, wajar jika kemudian TACB akan memanggil pemilik bangunan itu. Tidak hanya TACB, menurut sumber yang tidak disebutkan namanya bahwa DPRD Kota Surabaya juga akan memanggil pihak pihak terkait karena bangunan itu berada di dalam kawasan Cagar Budaya.
Dalam Pasal 1 angka 9 Perda Cagar Budaya 1/2024 menjelaskan bahwa Situs dan Kawasan Cagar budaya adalah Cagar budaya. Menurut Ketua Umum IAAI Marsis Sutopo bahwa tidak semua obyek yang berada di dalam kawasan cagar budaya harus cagar budaya. Tapi harus diperlakukan layaknya Cagar budaya karena mereka adalah bagian dari situs atau kawasan Cagar budaya.
Karena jelas bahwa bangunan, benda, dan struktur, yang berada dalam situs atau kawasan Cagar Budaya, adalah Cagar budaya. Meskipun ada objek, yang berupa benda, bangunan, struktur dalam Situs atau Kawasan Cagar Budaya, bukan sebagai Cagar Budaya. Tapi semua yang ada dalam ruang situs dan kawasan adalah sebagai Cagar budaya.
Jika secara individu akan dijadikan Cagar Budaya, maka masing-masing harus melalui proses penetapan sesuai ketentuan dalam UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, tambah Marsis Sutopo.
Secara umum Jalan Raya Darmo di Surabaya memang dikenal sebagai kawasan strategis. Kawasan ini terletak di tengah kota dan mudah diakses dari berbagai penjuru. Jalan Raya Darmo juga dikenal sebagai salah satu kawasan dengan lalu lintas yang sangat padat di Surabaya. Selain itu, Jalan Raya Darmo memiliki jalur hijau yang memadukan fungsi jalan dan ruang terbuka hijau, menambah nilai strategis kawasan ini.
Secara khusus, kawasan Darmo ini adalah kawasan elit yang mulai berkembang pada awal abad 20 di era pemerintahan Hindia Belanda. Kawasan ini dikenal dengan Bovenstad. Kawasan ini adalah komplek perumahan warga Belanda kala itu. Arsitektur rumah rumahnya pun menyesuaikan gaya dan budaya yang dapat pengaruh dari gaya Amsterdam School. Gaya ini berkembang antara 1910-1930.
Kawasan ini jauh lebih istimewa dibandingkan kawasan Bovenstad lainnya sebagai pemekaran dari Benedenstad di kawasan kota lama. Benedenstad adalah kota lama. Bovenstad adalah kota batu.
Dutch Gable

Karena latar belakang itulah kawasan Darmo menjadi kawasan Cagar budaya, yang masih memiliki rumah rumah bergaya Amsterdam school. Menyimak penampakan dari citra google earth, tampak atap atapnya berstruktur pelana dan limasan. Ada satu lagi atap yang bergaya Dutch Gable (Pelana Belanda).

Bangunan di jalan Darmo 30, yang telah dibongkar ini, menampakkan atap yang bergaya Dutch Gable. Atap Dutch Gable atau Atap Pelana Belanda atau atap pelana adalah atap dengan atap pelana kecil di bagian atas atap pinggul. Istilah atap pelana Belanda juga digunakan untuk mengartikan atap pelana dengan tembok pembatas. Beberapa sumber menyebut ini sebagai atap pelana di pinggul (Wikipedia).
Tahun 2007 ketika penulis sempat tinggal di kota Hilversum untuk studi TV Journalism, penulis sempat jalan jalan di sekitar kampus, tepatnya di jalan Jawa (Java Straat) dan jalan Borneo (Borneo Straat) serta jalan jalan lainnya diantara kampus dan perumahan itu. Di sana penulis memperhatikan rumah rumah yang bergaya seperti kolonialan di Surabaya. Diantara rumah rumah itu ada yang beratap mirip dengan bangunan di Raya Darmo 30.

Atap Bangunan Raya Darmo sebagaimana terlihat pada gambar ini diperoleh dari citra google Earth. Begitu browsing dan mencari model model atap rumah di kota Hilversum, maka ketemulah beberapa gambar rumah yang beratap yang mirip dengan bangunan Darmo 30. Atap rumah itu bergaya Dutch Gable (Pelana Belanda).
Tentu atap itu adalah bagian dari bangunan kolonial dari era Belanda di awal abad 20. Ada seseorang yang bernama Edi Tri mengirim WA dan mengatakan: “Siang pak, bangunan di raya darmo itu kata teman teman BPK W XI bangunan baru”.
Sekarang kita tidak bisa lagi melihat atap bangunan Darmo 30 karena sudah rata dengan tanah. Namun, waktu terus berjalan dan berganti, maka menjadi tantangan tersendiri antara mempertahankan Cagar budaya dan kebutuhan pembangunan dan bisnis.
Bukan tidak mungkin, bangunan bangunan khas di kawasan Darmo ini akan berubah. Perubahan itu pasti akan terjadi, tetapi perubahan harus ada prosedurnya. Apalagi di kawasan Cagar Budaya Darmo.
Salah satu prosedurnya adalah berkonsultasi ke TACB untuk mendapatkan arahan dan rekomendasi untuk selanjutnya ke dinas terkait lainnya untuk memperoleh ijin mendirikan bangunan, yang sekarang umum disebut PBG (Persetujuan Bangunan Gedung).
Menurut ketua TACB Surabaya, Retno Hastijanti ketika dikonfirmasi apakah pihaknya pernah diajak konsultasi perihal pembongkaran dan pembangunan di atas tanah yang beralamat di Raya Darmo 30 Surabaya, Hasti, demikian panggilan akrabnya, menjawab: “Belum tentu. Harus dilihat IMB lama nya, mas.”
Untuk diketahui bersama bahwa di sepanjang atau kawasan jalan Raya Darmo sekarang telah berdiri bangunan baru, seperti misalnya di kawasan perempatan jalan Darmo dan dr. Soetomo. Letaknya di pojok jalan, berseberangan gedung Wismilak.
Mengingat pembangunan di Kawasan Darmo ini akan terus berpotensi berdirinya bangunan baru, akan lebih edukatif jika pemilik dan pengelola banguanan di jalan Raya Darmo diberi penyuluhan mengenai keberadaan kawasan Darmo sebagai kawasan Cagar budaya yang dilindungi undang undang. (PAR/nng)