Aksara
Rajapatni.com: SURABAYA – HM Yousri Nur Raja Agam, yang lahir di Bengkalis Riau, 20 Oktober 1950, dikenal sebagai wartawan senior Surabaya. Catatan dan karya jurnalistiknya segudang. Karir jurnalistinya di Surabaya dialami mulai dari era walikota Suparno hingga Eri Cahyadi. Perhatiannya mengenai Surabaya ditulisnya menjadi lembar sejarah penting bagi generasi sekarang dan mendatang sebagai alat estafet keberlanjutan.
Salah satu dari karya bukunya adalah “Riwayat Surabaya Rek. Doeloe, Kini, dan Esok”, yang bercerita berbagai hal mengenai cikal bakal kelahiran Kota Surabaya hingga menjadi kota modern seperti sekarang. Yousri juga menyambut baik kabar mengenai Aksara yang dimasukkan dalam Reperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya. Menurutnya Aksara menjadi tambahan predikat Surabaya sebagai kota Multijuluk.
Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya.
Kebetulan Raperda ini juga menampung nilai nilai Kejuangan dan Kepahlawanan.
“Tidak akan ada predikat Pahlawan (kota pahlawan) tanpa didasari adanya upaya Juang (kejuangan)”, kata Yousri dalam sebuah percakapan via telepon pada Minggu siang (29/6/25).
Ia juga menyinggung dimasukkannya Aksara sebagai Object Pemajuan Kebudayaan (OPK) dalam Raperda.
“Iya, Aksara ini tidak ada yang merawat. Lambat laun bisa mati. Di tempat saya juga punya Aksara. Tapi semakin punah karena kehilangan pengguna. Surabaya berani menambahkan Aksara sebagai Object Pemajuan Kebudayaan. Ini menjadi inspirasi bagi daerah daerah lain dalam rangka perlindungan Aksara Daerah sebagai identitas bangsa”, jelas Yousri Raja Agam, yang pernah menerima penghargaan dari presiden karena pandangan pandangannya yang terbingkai dalam karya jurnalistiknya.
Pernyataan “merawat kedaerahan adalah merawat nasionalisme” itu mengandung makna bahwa menjaga dan melestarikan kekayaan serta identitas daerah, termasuk budaya, bahasa, aksara dan tradisi, merupakan bagian penting dari upaya memperkuat rasa kebangsaan dan persatuan nasional. Dengan mencintai dan merawat kedaerahan, seseorang juga secara tidak langsung menumbuhkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Dalam kongress Bahasa Jawa ke VII di Surakarta pada 2023 pun telah dimasukkan dalam satu kesepakatan “Bahasa, Sastra dan Aksara”. Ini menunjukkan adanya 3 elemen dalam satu rumpun yang dasarnya berbeda beda. Bahasa, Sastra dan Aksara adalah Object kebudayaan yang berbeda tetapi saling melengkapi.
Trisula Bangsa Indonesia

Tiga elemen Kebudayaan ini manunggal bagai Trisula. Trisula adalah jenis senjata berupa tombak yang memiliki tiga mata atau ujung. Dalam bahasa Sanskerta, “trisula” (त्रिशूल) berarti “tiga tombak”. Senjata ini dikenal luas dalam berbagai budaya dan agama, seringkali dikaitkan dengan mitologi dan simbolisme tertentu.
Bahasa adalah alat komunikasi verbal, Sastra adalah ekspresi seni melalui bahasa, dan Aksara adalah sistem tulisan yang memungkinkan bahasa itu direkam dan diwariskan. Bangsa Indonesia memiliki Bahasa, Sastra dan Aksara.
Menurut inisiator Raperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya, Raperda ini adalah wujud apresiasi kepada leluhur yang mampu membuat aksara, yang memungkinkan bahasa itu direkam dan diwariskan.
“Kita ini adalah bangsa besar, yang diantara kebesaran itu adalah karya nenek moyang yang mampu menghasilkan peradaban dalam merekam bahasa sehingga kita bisa mengetahui apa yang pernah dituturkan oleh nenek moyang. Coba bayangkan jika tidak ada sistem tulis, kita tidak bakal mengetahui apa yang telah disampaikan secara lisan oleh leluhur”, jelas Thony sebagai penegasan bahwa Raperda inisiatif Pemajuan Kebudayaan di Surabaya itu sendiri menjadi alat pelestarian budaya bangsa.
“Bagaimana kita bisa membaca manuscript bila kita tidak mengenal dan tidak bisa membaca aksara. Bagaimana kita bisa memajukan Manuscript bila tidak bisa membaca Aksara?”, pungkas Thony sambil nyruput kopi di depan perangkat laptopnya, yang merangkai pasal per pasal dalam Reperda Pemajuan Kebudayaan, Kejuangan dan Kepahlawanan Surabaya.
Trisula adalah jenis senjata berupa tombak yang memiliki tiga mata atau ujung. Dalam bahasa Sanskerta, “trisula” (त्रिशूल) berarti “tiga tombak” Wikipedia. Senjata ini dikenal luas dalam berbagai budaya dan agama, seringkali dikaitkan dengan mitologi dan simbolisme tertentu. (PAR/nng)