Bahasa Sansekerta, “āyasa” (आयास) di Masjid Kemayoran Surabaya.

Sejarah

Rajapatni.com: SURABAYA – Dari prasasti Masjid Kemayoran Surabaya, yang berkisah tentang pemberian Masjid dari Pemerintah kepada umat Islam di Surapringga (Surabaya), kita bisa belajar sejarah.

Prasasti Masjid Kemayoran terbuat dari logam tembaga. Foto: wan

Prasasti ini terdiri dari tiga kalimat. Pertama berisi pernyataan pemberian Masjid dari pemerintah kepada Umat Islam.

Kedua berisi pihak pihak dari pemerintah yang terdiri dari pemerintahan lokal setingkat Kabupaten yang diwakili bupati, setingkat karesidenan yang diwakili residen dan setingkat negara yang diwakili Gubernur Jenderal.

Ketiga berisi tahun pembuatan dan bahan serta pembuat prasasti.

Pada alinea ketiga ini menyatakan bahwa prasasti ini terbuat dari bahan besi atau logam. Pernyataan ini dapat dimengerti dari kata “āyasa”(आयास).

Bergaris bawah berbunyi “Ayasa” dalam aksara Jawa. Foto: nng

Sebenarnya “āyasa” bisa merujuk pada dua kemungkinan arti, tergantung pada konteksnya. Dalam bahasa Sansekerta, “āyasa” (आयास) berarti “terbuat dari besi” atau “kesedihan/masalah”.

Menyimak kembali prasasti Masjid Kemayoran, betapa dokumen negara ini ditulis dengan cermat dan teliti. Mulai dari mengapa masjid dibangun, pihak pihak pemerintah yang terlibat hingga tahun pembuatan, bahan pembuatan (logam) dan pembuatnya.

Bahan logam ini tidak seperti umumnya prasasti yang ada seperti misalnya prasasti Canggu dan Karang Bogem, yang mana aksara dituliskan pada lempeng tembaga dan semacamnya. Tetapi prasasti Masjid Kemayoran ini berupa aksara Jawa, yang berupa potongan potongan (bentukan) berbahan plat, yang diklem (ditempelkan) pada lembar plat berukuran panjang 2 meter dan lebar 65 cm, yang dibingkai pigura berbahan tembaga juga.

Prasasti logam ini menunjukkan keahlian pembuatan alat dan penggunaan logam pada masa lalu, yang berbeda dari prasasti batu yang umumnya dipahat serta kayu yang diukir.

Diantara berbagai sumber sejarah kuno Indonesia, seperti naskah dan berita asing, prasasti dianggap sumber terpenting karena mampu memberikan kronologis suatu peristiwa. Ada banyak hal yang membuat suatu prasasti sangat penting. Yaitu prasasti mengandung unsur penanggalan, mengungkap sejumlah nama dan alasan mengapa prasasti tersebut dikeluarkan serta untuk menandai suatu proyek pembangunan.

 

Jejak Pendiri Masjid

Dari sekian pihak pemerintah, ada satu yang dengan jelas diketahui jejak terakhirnya. Yaitu makam Daniel Francois Willem Pietermaat, yang berada di Makam Eropa Peneleh Surabaya.

Makam Pietermaat dikunjungi oleh pemerhati sejarah dari Belanda. Foto: dis

Letak makamnya paling istimewa dari semua makam makam di seluruh area pemakaman. Yaitu berada persis di tengah tengah lahan pemakaman. Posisinya di tengah koridor. Sangat mudah ditemui. Makam Pietermaat menjadi salah satu makam, yang menjadi perhatian Agen Kebudayaan Belanda, Dutch Cultural Agency.

Selama masa jabatannya sebagai Residen Soerabaja, Daniel François Willem Pietermaat dikenal karena pengabdian dan dedikasinya terhadap kesejahteraan masyarakat. Ia aktif dalam membangun infrastruktur kota, termasuk Masjid Kemayoran, meningkatkan sistem pendidikan, dan memperkenalkan inovasi dalam bidang teknologi dan pertanian (penelehhistory.com).

Pietermaat lahir di Schiedam Belanda pada tanggal 2 Oktober 1790, dan meninggal di Surabaya pada tanggal 30 November 1848. Nama Pietermaat terukir dan terabadikan bersama Bupati Surabaya dan Gubernur Jendral Hindia Belanda pada Prasasti Masjid Kemayoran.

Sekarang Masjid Kemayoran menjadi Cagar Budaya kota Surabaya dengan Surat Keputusan Walikota Surabaya no. 188.45/251/402.1.04/1996. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *