Bahasa, Budaya dan Sejarah (Language, Culture and History)

Budaya

Rajapatni.com: SURABAYA – Bahasa, Budaya dan Sejarah adalah satu kesatuan dalam entitas masyarakat. Tentu ini masihlah pandangan umum dalam linguistik, antropologi dan sosiologi. Ketiganya memang saling terkait erat dan membentuk identitas suatu masyarakat.

Surabaya berkalang tembok tahun 1750. Foto: ist

Di Surabaya pada abad 17 dan 18 pernah ada entitas masyarakat Belanda, yang lokusnya dikenal dengan Kampung Eropa (Belanda). Jejaknya masih terbaca jelas. Ada peninggalan seni arsitektur kolonial dan bahasa di kampung Eropa Belanda. Budayanya sudah pudar karena masyarakat nya hilang.

Namun, peninggalan arsitektur kolonial dan bahasa yang tertulis pada beberapa bangunan masih menunjukkan budaya dari masyarakat yang pernah berdiam.

Arsitektur kolonial seringkali menunjukkan perpaduan gaya dari negara penjajah dengan elemen lokal, atau sebaliknya, yaitu upaya untuk mereplikasi gaya Eropa di iklim tropis. Bangunan-bangunan ini bukan sekadar struktur fisik, tetapi juga simbol kekuasaan, status, dan pertukaran budaya.

Sementara Bahasa yang ditinggalkan oleh penjajah memiliki dampak yang lebih mendalam dan lestari terhadap budaya lokal. Apalagi banyak kosa kata bahasa Indonesia merupakan serapan dari berbagai bahasa asing yang salah satunya adalah bahasa Belanda. Misalnya “polisi” dari politie, “kantor” dari kantoor.

Apalagi dokumen, arsip, dan literatur tertulis dari masa kolonial (seperti yang disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia) merupakan sumber utama untuk memahami sejarah, hukum, dan struktur sosial pada masa itu.

Secara keseluruhan, peninggalan ini berfungsi sebagai bukti fisik dan linguistik yang terus mengingatkan kita pada sejarah interaksi, konflik, dan pertukaran budaya yang membentuk identitas masyarakat dan bangsa.

Maka Kota Lama Surabaya, tepatnya di zona Eropa menjadi ruang pembelajaran otentik karena tempat wisata heritage ini menawarkan pengalaman langsung sejarah dan arsitektur kolonial Eropa yang otentik yang dilengkapi dengan fasilitas modern seperti walking tour dan suasana yang hidup, sehingga menjadikannya destinasi wisata heritage yang edukatif sekaligus rekreatif bagi semua kalangan.

Apalagi di Surabaya telah hadir sebuah lembaga pelatihan bahasa Belanda, Erasmus Training Centre dan NINA (Het Netwerk Internationale Neerlandistiek Azië), jaringan profesional untuk guru dan peneliti bahasa Belanda (NVT) serta neerlandistik di Asia, yang didukung oleh Taalunie, sebuah perserikatan pengguna bahasa Belanda, yang beranggotakan Belanda, Suriname dan Belgia.

Lembaga ini tentu bisa menjadi mitra bagi masyarakat Surabaya dalam memperkaya kajian kajian tentang kota lama Surabaya. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *