Aksara
Rajapatni.com,: SURABAYA – Aksara itu telah lama ada di jantung bumi Surapringga. Dia menghidupi segenap bangsa yang berkiprah di atas bumi ini mulai dari Syurabhaya (ꦯꦸꦫꦨꦪ), Surapringga (ꦱꦸꦫꦥꦿꦶꦁꦒ) hingga Surabaya (ꦱꦸꦫꦧꦪ). Jejaknya masih menyala meski dalam kegelapan. Terlihat remang, tapi masih bersinar. Bagai mati suri. Hidup segan mati tak mau.

Dia masih tersenyum, indah menawan berhias lesung di pipi. Ini menggambarkan senyuman seseorang, keindahan aksara, yang sangat menarik dan menawan, terutama karena adanya lesung yang menghiasi pipinya. Pada manusia lesung pipi, atau lekukan di pipi yang muncul saat tersenyum, sering dianggap sebagai fitur wajah yang menambah daya tarik.
Pada simbol bahasa yang tertulis adalah fitur lekuk anatomi penulisan aksara Jawa. Surabaya telah berhias aksara Jawa. Sayang masih belum berjiwa aksara.
“Berjiwa aksara” secara harfiah berarti “berjiwa tulisan” atau “berjiwa huruf”. Secara kiasan (konotatif), frasa ini merujuk pada seseorang yang memiliki kecintaan, pemahaman, dan penghargaan yang mendalam terhadap tulisan, aksara, atau bahasa. Ini bisa berarti seseorang yang menyukai membaca, menulis, atau bahkan mendalami sejarah dan filosofi aksara.
Aksara diusulkan masuk sebagai Object pemajuan kebudayaan di Surabaya, yang keberadaannya memang perlu dijaga, dilindungi dan dilestarikan di bawah payung hukum.
Secara faktual dan kultural, aksara, terlebih aksara Jawa, adalah bagian dari kehidupan di bumi Surapringga. Dia menghibur dan membuat senyum dan tawa. Dia terabaikan dan membuat tangis dan gulana.
Karenanya dibutuhkan alat perlindungan, yang ternyata tidak mudah dalam penciptaannya. Sungguh dibutuhkan kejernihan hati sebagai mesin produksi karena secara performa berbaju budaya tapi belum berjiwa budaya yang seharusnya bagai dimana bumi dipijak, di situ bumi dijunjung. Ini ironis!
Budaya dan kearifan lokal seolah olah dipandang sebagai ancaman dan penghambat kepentingan pihak tertentu dan golongan. Ini bahaya. Siapapun pelakunya.
Aksara adalah Tawa dan Tangis Ku. Suka dan Duka dalam menjaganya. (PAR/nng).