AKSARA
Rajapatni.com: SURABAYA – Aksara Daerah bukan berarti aksara Ndeso atau Katrok. Aksara Daerah adalah aksara tradisional yang bukan aksara Latin.

Di Surabaya pernah ada aksara Daerah Jawa dan Pegon. Malah keduanya sempat menjadi aksara resmi, tepatnya di era pemerintahan Inggris di Hindia Belanda pada awal abad 19.

Sebagai aksara resmi karena aksara Jawa dan Pegon digunakan pada mata uang logam. Ketika itu nama Surabaya lebih dikenal dengan nama Surapringga. Di masing masing sisi bertulis aksara Jawa dan Pegon..

Di pertengahan abad 20, sekitar tahun 1940-an, uang benggol pun masih menggunakan aksara Jawa dan Pegon, yang nilainya “Saparapat Puluh Rupiyah” (Seperempat Puluh Rupiah). Pada koin itu juga tertulis ‘NEDERLANDSCH INDIE’.
Di periode yang sama produk rokok yang diproduksi di Surabaya juga menggunakan aksara Jawa dan Pegon selain aksara Latin dan Hanzi (Tionghoa). Produk rokok itu adalah sigaret kretek Dji Sam Soe.

Sebagaimana tertulis pada kemasan rokok bahwa produk ini dimiliki oleh Liem Seng Tee. Ia adalah seorang imigran Tiongkok dari Fujian. Bersama istrinya, Siem Tjiang Nio, pada tahun 1912 mulai merintis usaha rokok kecil-kecilan di warung mereka di Ngaglik, Surabaya, yang dijajakan oleh dirinya dengan sepeda.
Liem saat itu sudah memiliki pengalaman meracik dan melinting rokok dari pekerjaan sebelumnya di sebuah pabrik rokok yang ada di Lamongan. Untuk memformalkan usahanya, pada tahun 1913, Liem memulai produksi rokoknya secara komersial dalam wadah Handel Maatschappij Liem Seeng Tee dengan produk awalnya hanyalah kretek yang dilinting dengan tangan di Surabaya.
Rokok kretek ini kemudian dikenal dengan nama “Dji Sam Soe” (234, jika dijumlahkan menjadi 9, “angka keberuntungan” Liem). Konon, kemasan Dji Sam Soe, yang telah digunakan sejak 1914, tidak pernah direvisi hingga 2000.
Nama Wang yang beraksara Hanzi (Tionghoa) menjadi logo yang jika ditulis berbentuk (王), yang artinya “raja”. Pada anatomi aksara Wang (王) inilah tiga aksara bertulis Pabrik Rokok Liem Seeng Tee (Latin), sigaret kretek Liem Seeng Tee (Aksara Jawa dan Pegon).
Kemasan kopi bubuk

Masih ada produk lainnya yang menggunakan Aksara Jawa dan Pegon dalam kemasannya. Yaitu Kopi Bubuk Murni Berontoseno yang diproduksi di Kediri. Meski diproduksi di Kediri, pemasarannya cukup ramai di Surabaya. Ini sekaligus menambah ramainya penggunaan aksara Jawa di Surabaya.
Maraknya penggunaan aksara Jawa dan Pegon ini juga didukung dengan semakin hadir hadirnya produk kemasan UMKM yang dalam kemasannya menggunakan aksara, seperti minuman herbal beras kencur.
Hadir nya penulisan aksara tradisional di Surabaya seiring dengan akan disahkannya Raperda Pemajuan Kebudayaan yang di dalamnya memuat Aksara sebagai Object Pemajuan Kebudayaan (OPK). (PAR/nng)