Aksara Budaya
Rajapatni.com: PASURUAN – Alam, budaya dan manusia adalah senyawa. Mereka saling saling berinteraksi dalam sebuah ekosistem yang berkelanjutan dan harmonis. Interaksi mereka menciptakan dinamika yang kompleks dan saling mempengaruhi serta menjadi guru yang baik.

Dinamika ini sebagaimana tergambar pada rangkaian acara budaya pada grand opening Gallery Papan Panggonan Serba Aksara Jawa di desa wisata Pemandian Air Panas, Kepulungan Pasuruan pada Minggu (3/8/25).
Gelar Aksara
Bertempat di Pendopo Arcopodo sejumlah karya kreatif beraksara Jawa di pamerkan. Ada bebatuan hias beraksara Jawa dan lembar lembar pitutur luhur serta kegiatan menulis nama dalam aksara Jawa.

Kegiatan atraktif ini diikuti oleh umum, mulai dari penonton acara hingga pengisi acara budaya, yang digelar di halaman pendopo. Mereka sama sama belajar literasi aksara leluhur, aksara Jawa.
Di ruang pendopo, di atas bangku bangku kayu panjang, setiap peserta menulis aksara Jawa pada selembar kertas untuk menulis dan sebuah pigura untuk mengabadikan hasil tulisan. Peserta tidak dipungut Beaya dan hasil karya bisa dibawa pulang sebagai kenang kenangan.
“Siapa mau, silahkan mencoba. Tidak dipungut biaya”, ujar Bagus Empu Batu, ketua Pasopati Cakra Nusantara sebagai penyelenggara.

Menurutnya ajang seni budaya yang atraktif ini menjadi momen yang tepat untuk memperkenalkan aksara Jawa.
Memang tidak mudah memperkenalkan kembali aksara Jawa.
“Pernah saya mencoba memperkenalkan Aksara Jawa di suatu kampung. Cukup sulit karena warganya memandang bahwa aksara Jawa dianggap identik dengan klenik”, terang Bagus, yang akhirnya gagal masuk.
Dengan melalui pendekatan budaya seperti yang digelar di Pemandian Air Panas Kepulungan, publik diajak mengenal menulis aksara Jawa dengan gembira.
“Ayo, siapa mau. Silakan coba dan bawa pulang hasilnya dengan piguranya”, promo Bagus sebelum acara menulis aksara Jawa dimulai.
Seni Bantengan

Sementara di luar pendopo Arcopodo, di plataran, sedang berlangsung seni Bantengan oleh Putro Maheso Lawu dari Pasuruan. Ada empat kostum banteng dan beberapa topeng kepala banteng yang siap dikenakan.
Bantengan adalah kesenian tradisional Jawa Timur, khususnya populer di Pasuruan dan sekitarnya. Kesenian ini melibatkan dua orang dalam satu kostum banteng, di mana satu orang berperan sebagai kepala dan kaki depan, sementara yang lain sebagai tubuh dan kaki belakang.
Mereka menari dan melakukan atraksi layaknya banteng dan seringkali diiringi musik tradisional. Kesenian bantengan di Pasuruan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh Kemendikbud
Penetapan ini menegaskan pentingnya kesenian Bantengan dalam khazanah budaya Indonesia, khususnya di Jawa Timur. Kesenian ini bukan hanya sekadar pertunjukan, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai budaya, alam, sejarah, dan spiritual masyarakat.
Di penghujung atraksi tari Bantengan, selanjutnya disusul dengan atraksi beberapa bantengan individual. Pertunjukan ini seringkali diiringi musik gamelan (rekaman) dan bisa melibatkan unsur magis yang membuat penari kerasukan. Seiring dengan itu aroma dupa pun menyertai.

Bantengan memiliki makna simbolis yang mendalam, dan seringkali menggambarkan perpaduan antara kekuatan alam (nature), semangat gotong royong (culture) dan masyarakat (people)
Seni Bantengan seperti ini selalu menjadi perhatian penonton yang bersorak gembira dan kadang ketakutan jika bantengannya “Ketaton”. Semua senang, semua bergembira. Seni Bantengan ini dimulai sekitar pukul 16.00 dan selesai pada saat menjelang Maghrib.
Seni budaya ini patut mendapat apresiasi dan perlu adanya intervensi pemerintah sebagai bentuk perhatian dan kerjasama secara pentahelix. (PAR/nng)