AKSARA
Rajapatni.com: SURABAYA – Ada petikan statement dari Wakil Menteri Agama RI Romo Muhammad Syafi’i, yang menyatakan: “Pesantren adalah Indonesia, dan bicara Indonesia tidak boleh melupakan pesantren”, sebagaimana dikutip dari laman Kemenag https://kemenag.go.id/nasional/wamenag-presiden-beri-perhatian-serius-pada-pendidikan-pesantren-Gf3KI.
Belakangan ada sejumlah penggiat aksara tradisional Indonesia, yang bernaung di bawah arahan Prof. Dr. Ismunandar dari Staf Ahli Kementerian Kebudayaan RI, sedang menominasikan Praktik Penulisan Aksara Tradisional kepada UNESCO sebagai langkah konkrit untuk menunjukkan kepada dunia (eksternal) dan sekaligus semakin mendorong praktik penulisan aksara tradisional kepada pemilik aksara daerah (internal) demi pelestarian warisan budaya bangsa.
Berbicara tentang Indonesia, Pondok Pesantren dan Aksara Tradisional, berarti berbicara tentang Aksara Pegon. Diakui bahwa Aksara Pegon ini adalah aksara, yang masih hidup dan digunakan secara praktis di lingkungan pondok pesantren sejak lama. Penulisan aksara tradisional Pegon ini seolah tak terpengaruh oleh modernisasi. Aksara Pegon terus diajarkan dalam lingkungan pondok pesantren.
Meski keberadaannya terkepung oleh penggunaan aksara latin dalam proses belajar mengajar di era modern ini. Untuk itu Tantangannya memang besar seperti secara umum adanya pergeseran penggunaan aksara tradisional ke aksara modern (asing: Latin) serta kurangnya minat generasi muda (kini) untuk menggunakannya aksara Tradisional.
Mengingat akibat dari dampak pengaruh aksara modern (Asing Latin) itu, maka ada upaya secara umum untuk menyelamatkan dan melestarikan aksara tradisional melalui penguatan praktik praktik penulisan.
Meski praktik penulisan Aksara Pegon masih digunakan di lingkungan Pondok Pesantren, tidak menutup adanya upaya pengajuan praktik menulis aksara Tradisional ke UNESCO. Dalam hal ini justru secara empiris bahwa praktik penulisan (penggunaan) aksara Pegon di Pondok Pesantren menunjukkan praktik nyata penggunaan aksara Pegon di lingkungan pondok.
Ketika beberapa aksara tradisional lainnya semakin luntur penerapannya di sekolah sekolah umum, aksara Pegon justru masih digunakan di pondok pesantren.
Aksara Pegon tetap digunakan di pondok pesantren karena fungsinya sebagai media dakwah dan penyebaran ajaran Islam yang telah teruji sejak lama, serta menjadi warisan budaya ulama Nusantara yang dilestarikan oleh para santri dan kyai.
Sementara itu, sekolah umum cenderung mengadopsi sistem pendidikan yang lebih modern dan aksara Latin, yang menyebabkan aksara tradisional lainnya kian tersisihkan dalam kurikulum formal. Karena penggunaan aksara latin juga menjadi suatu tantangan bagi penerapan penggunaan aksara Pegon, maka kesadaran bersama dari semua pihak untuk penggunaan aksara Pegon harus tetap kuat.
Penggunaan Aksara Pegon di lingkungan dunia pendidikan di Pondok Pesantren justru menjadi model bagi penggunaan aksara lain dalam satu sistem pembelajaran di dunia pendidikan sebagai sebuah perlindungan dan pelestarian aksara daerah.

Karenanya, masih ada upaya lagi untuk melestarikan Pegon sebagai aksara tradisional di Indonesia, yang diajukan ke UNESCO. Apalagi aksara Pegon memiliki nilai sejarah, budaya, dan identitas yang kuat bagi bangsa.
Data dari Kementerian Agama menunjukkan bahwa ada lebih dari 42.000 pesantren dengan lebih dari 10 juta santri di seluruh Indonesia. Dengan semakin banyaknya pondok pesantren, akhirnya keberadaannya pun diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Memang Undang Undang ini tidak secara langsung mengatur penggunaan aksara Pegon, melainkan lebih menekankan pentingnya “kitab kuning” sebagai rukun pesantren.
Aksara Pegon, yang merupakan aksara Arab untuk menulis bahasa Jawa, adalah bagian dari tradisi keilmuan Islam di pesantren dan sering digunakan dalam pengajaran kitab kuning, yang kemudian mendorong upaya digitalisasi dan pelestarian aksara Pegon melalui berbagai platform.

Kementerian Agama pun telah meluncurkan Pegon Virtual Keyboard dan selanjutnya Kemenag juga merintis Standardisasi Digital Literasi Pesantren. Ini tentunya akan menjadi langkah maju dalam pemajuan pembelajaran aksara Pegon di Pondok Pesantren. (PAR/nng).