Menjaga Masjid Heritage Kemayoran Yang Bergaya Akulturasi Jawa-Eropa dan Bergaya Timur Tengah.

Heritage

Rajapatni.com: SURABAYA – Sumber foto foto dari laman wereldmuseum.nl dan berita berita surat kabar dari delpher.nl sangat membantu membuka tabir sejarah pembangunan masjid kemayoran.

Dari koleksi foto foto wereldmuseum.nl dapat dikenali dengan jelas dan detail bagaimana sudut sudut dan arsitektur masjid, yang berdiri di kawasan Kemayoran itu. Sementara dari berita berita surat kabar yang di koleksi secara digital oleh delpher.nl dapat diketahui kapan masjid ini dibangun.

 

Gaya Akulturasi Jawa-Eropa

Sampai tahun 1934, ada dua kali kegiatan pembangunan. Pertama adalah tahun 1848 ketika masjid ini didirikan, yang ditata lengkap dengan tata ruang klasik dan isinya. Selain masjid, juga disediakan lapangan alun alun, kediaman Bupati Surapringga dan perkampungan Kauman (para kaum yang memakmurkan masjid). Pembangunan masjid Surapringga itu terkabarkan melalui prasasti masjid, yang masih diabadikan di dalam masjid. Bahwa masjid didirikan pada 1848 M atau 1772 tahun Jawa.

Masjid Surapringga menghadap alun alun Surapringga. Foto: wereldmuseum.nl

Menurut beberapa surat kabar yang dikoleksi delpher.nl, yang salah satunya adalah Indische Courant bahwa masjid Surapringga tidak pernah direnovasi selama 86 tahun hingga pada akhirnya diperluas pada 1934. Tepatnya mulai 18 Juli 1934.

Surat kabar Indische Courant mengabarkan tentang pembangunan pada 18 Juli 1934. Foto: delpher.nl

Dari pembangunan (perluasan) masjid ini terlihat dua model arsitektur bangunan masjid lama dan bangunan masjid tambahan (baru). Bangunan lama (1848) memiliki gaya akulturasi Jawa-Eropa. Arsitektur Eropa tampak pada model relung yang bergaya Gothic.

 

Gaya Gothic

Gaya gothic adalah gaya seni dan budaya yang beragam, mencakup arsitektur dengan ciri khas lengkungan runcing dan jendela kaca patri, seni dengan fokus pada naturalisme dan tema-tema abad pertengahan.

Kusen pintu dan jendela dengan gaya gothic Eropa. Di atas pintu terdapat prasasti masjid beraksara jawa. Foto: wereldmuseum.nl

Gaya Abad Pertengahan atau gaya seni dan arsitektur yang berkembang di Eropa Barat, terutama dari abad ke-12 hingga ke-16. Namun gaya ini dihidupkan kembali pada abad ke-19, sebagai simbol kesinambungan dan tradisi. Hidupnya gaya ini juga berpengaruh dan menghiasi pembangunan masjid Surapringga pada 1848.

 

Gaya Timur Tengah

Ketika masjid diperluas ke arah Timur, arsitekturnya sudah tidak serasi dengan gaya pembangunan tahun 1848. Perluasan masjid pada 1934 ini sudah dipengaruhi oleh masuknya pengaruh Timur Tengah pada abad 20. Karenanya perluasan masjid sudah menggunakan kubah dan relung relung model Timur Tengah (Maroko).

Gaya Timur Tengah. Foto: ist

Gaya Timur Tengah ini meninggalkan gaya lokal dan gaya akulturasi Jawa-Eropa. Gaya Eropa relung relungnya berbentuk Gothic. Sementara gaya Timur Tengah, relungnya berbentuk Maroko.

Gaya Timur Tengah (Maroko) berpengaruh pada Masjid Kemayoran. Foto: wereldmuseum.nl

Relung bergaya Maroko adalah ceruk dinding dekoratif yang dihiasi dengan pola-pola geometris. Relung Maroko ini berfungsi menambah kedalaman visual, memperkuat nuansa eksotis dan elegan, serta memberikan sentuhan artistik pada ruangan.

Dengan dua gaya ini akhirnya masjid Kemayoran memiliki dua model atap: Meru Berundak (Jawa) dan Kubah (Timur Tengah).

Ketika perluasan ketiga, 1969, gaya arsitekturnya garis garis lurus vertikal dan horizontal. Tidak seperti gaya tahun 1848 dan 1934. Perbedaannya tampak pada Pun bagian lantainya, yang tidak lagi bermotif sajadah. Tetapi teraso polos.

 

Renovasi Harus Serasi Dengan Gaya Heritage

Desain rencana renovasi yang dirasa belum serasi dengan nilai heritage masjid. Foto: ist

Melihat poster dan baliho yang dipasang di kompleks Masjid Kemayoran, tampaknya masjid akan direnovasi lagi. Yaitu berupa pembangunan pada sisi Timur komplek. Tampak pada gambar yang telah terpasang, model arsitekturnya lebih condong ke arsitektur modern yang kurang serasi dengan gaya akulturasi tahun 1848 dan gaya Timur Tengah 1934.

Mengingat masjid Kemayoran adalah masjid Heritage dan Bersejarah bagi Surabaya, maka pembangunan baru hendaknya bisa serasi dengan gaya heritage yang sudah ada (1848) dan (1934).

Dua gaya Jawa (Meru) dan Timur Tengah (Kubah). Foto: wereldmuseum.nl

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai sejarah, budaya, dan estetika kawasan, serta menghindari kesan kontras yang merusak keutuhan visual dan identitas lingkungan. Keselarasan ini juga penting untuk mendukung potensi pariwisata dan ekonomi kreatif, karena bangunan heritage menjadi daya tarik unik bagi pengunjung.

Atap Meru dan Kubah. foto: wereldmuseum.nl

Masjid Kemayoran berada pada satu lingkungan Kota Lama Surabaya dan Masjid Kemayoran adalah media sejarah hidup (the living history) kota Surabaya. Penampilan fisik yang serasi dengan keistimewaan Masjid Kemayoran akan menjadikan daya tarik masyarakat dan umat Islam untuk datang beribadah dan belajar. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *