Dari Menulis Aksara Jawa se-Surabaya, Segera Melangkah Menulis Aksara Jawa se-Jawa.

Aksara

Rajapatni.com: SURABAYA – Berani melangkah ke depan dan lebih baik adalah sifat Surabaya, yang berani menghadapi tantangan (bahaya) “Sura ing Baya”.

Lomba menulis indah aksara Jawa se-Surabaya berapa waktu lalu adalah awal. Berikutnya berharap dalam skala yang lebih besar dan luas. Yakni Lomba menulis Aksara Jawa se-Jawa.

Juri Ginanjar mengawasi jalannya lomba menulis indah aksara jawa. Foto: nng

Ini menjadi tekad bersama dari insan, yang masih peduli dengan aksara daerah di Nusantara. Mereka tidak banyak jumlahnya. Hanya segelintir orang dan komunitas. Namun dengan bersama dan penuh kebersamaan dalam bingkai berjejaring, semua mimpi akan bisa diraih.

Dari Surabaya muncul inisiasi menulis Aksara Jawa se-Jawa. Acara ini sejalan dengan upaya pengajuan ke UNESCO untuk mendaftarkan “Praktik Menulis Aksara Tradisional” sebagai Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage/ICH).

Gerakan pengajuan ini diinisiasi oleh tim kecil, yang terdiri dari Ilham Nurwansah, Diaz Nawaksara, Dadan Sutisna, Aditya Heru Wardhana, Amelya Nugroho, dan Heru Nugroho, dibawah bimbingan dan arahan dari Prof. Dr. Ismunandar dari Kementerian Kebudayaan RI. Mereka sedang mengupayakan sebuah langkah untuk warisan budaya bangsa dan sekaligus mendukung Pengakuan UNESCO untuk “Praktik Menulis Aksara Tradisional” di Indonesia.

Surabaya sadar akan pentingnya pengakuan itu. Karena aksara sebagai literasi tulis tradisional adalah bagian dari kebhinekaan budaya Indonesia. Aksara juga merupakan bukti sejarah panjang literasi di Nusantara.

Keragaman aksara daerah ini memperkuat identitas kebangsaan di tengah arus globalisasi. Aksara bisa menjadi sarana pewarisan pengetahuan, filsafat, dan kearifan leluhur.

Di era globalisasi seperti sekarang, Aksara dapat menjadi sarana diplomasi budaya di kancah dunia sebagai jembatan persahabatan budaya dan pendidikan.

Surabaya sendiri adalah rumah dimana aksara tradisional telah digunakan sejak lama baik aksara Jawa maupun Aksara Pegon. Nusantara adalah bangsa cerdas yang ditandai dengan peradaban literasi yang digunakan.

Juri Ita Surojoyo mengawasi peserta. Foto. : nng

Namun, semakin modern kita justru lupa terhadap bukti kecerdasan leluhur. Tidak salah ketika ada upaya kembali ingat terhadap kecerdasan nenek moyang. Yaitu mengenal kembali literasi tulis tradisional.

Selain berupaya mengajukan ke UNESCO untuk pengakuan “Praktik Menulis Aksara Tradisional” di Indonesia, memang perlu diiringi pembuktian praktis menulis aksara tradisional, aksara Jawa, se-Jawa.

Konon gagasan ini malah mendapat sambutan dari negara sahabat, yang berkantor di Surabaya. Yaitu Kantor Konsul kehormatan India, yang wilayah kerjanya meliputi Jatim, Jateng dan DIY.

“Pasti bisa. Mari kita berjuang untuk mungkinkan itu”, begitulah semangat Konsul Kehormatan India di Surabaya, Manoj Bhat, yang turut tertarik dengan gagasan Menulis Aksara Jawa se-Jawa..

Sementara itu, menurut budayawan Surabaya Kristanto Wibisono bahwa kegiatan menulis aksara se-Jawa ini juga perlu keterlibatan pihak pihak terkait lintas sektoral dan bahkan provinsi karena aksara Jawa ini diampu oleh tiga provinsi yang meliputi Jatim, Jateng dan DIY.

Pengakuan UNESCO untuk “Praktik Menulis Aksara Tradisional” di Indonesia tidak hanya aksara Jawa saja, tapi aksara Nusantara yang meliputi Aksara Bali, Sunda, Makassar, Lampung, Batak dan lainnya.

Apapun, keragaman aksara daerah ini, memperkuat identitas kebangsaan di tengah arus globalisasi, yang sekaligus sebagai sarana pewarisan pengetahuan, filsafat, dan kearifan leluhur Nusantara.

Gagasan awal ini sudah mendapat dukungan dari Balai Bahasa Jawa Timur, Jawa Tengah dan menyusul Balai Bahasa Yogyakarta. (PAR/nng)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *