Arsitektur Kolonial di Jalan Darmo Surabaya Jadi Perhatian Pengagum Arsitektur Kolonial dari Belanda. Apa Kata Mereka?

Arsitektur

Rajapatni.com: SURABAYA – Orang Surabaya mengatakan “Lidok aaa” (benar kan). Ini adalah ekspresi verbal atas suatu dugaan yang akhirnya terwujud/terjadi kebenarannya, yaitu bahwa situs cagar budaya Perumahan Darmo, yang kaya akan koleksi bangunan arsitektur kolonial, akan dicari peminatnya. Ir Gunadi, mantan Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya, yang juga dosen ITS, pernah mengatakan bahwa Situs Cagar Budaya Perumahan Darmo adalah laboratorium arsitektur kolonial di Surabaya.

Dugaan itu muncul dalam menyikapi telah hilangnya salah satu rumah gaya kolonial di Jalan Raya Darmo Surabaya.

Kawasan Perumahan Darmo memang terdaftar sebagai Situs Cagar Budaya Perumahan Darmo dengan nomor: 188.45/251/402.1.04/1996 tertanggal 26 September 1996.

Lidok aaa (benar kan)…. ada rombongan pemerhati dan pengamat bangunan arsitektur kolonial asal Belanda berkunjung ke kawasan Perumahan Darmo”, gumam penulis dalam hati, yang pernah menulis isu pembongkaran rumah gaya kolonial di jalan Darmo 30 Surabaya beberapa waktu lalu.

“Surabaya harus bisa mempromosikan bangunan kolonialnya” kata Adrian, salah seorang tour leader asal Belanda, yang sudah lama tinggal di Bali.

Rombongan berhenti di rumah bekas pejabat De Javasche Bank di Darmo. Foto: nng

Pernyataan itu disampaikan kepada penulis, yang menemani rombongan tour asal Belanda, yang memiliki minat khusus tentang arsitektur dan bangunan kolonial di Indonesia, pada Selasa sore (9/9/25) saat mengunjungi rumah bekas pejabat Javasche Bank di jalan Darmo.

Rombongan wisatawan Belanda, yang datang dengan bus itu, memang tidak sempat mengunjungi satu persatu rumah di jalan Darmo. Namun dengan menumpang bus, mereka bisa memandang berbagai gaya arsitektur perumahan di sepanjang jalan Raya Darmo.

 

Bekas Rumah Pejabat De Javasche Bank

Rumah bekas pejabat Javasche Bank. Foto: nng

Setelah itu, mereka berhenti di satu rumah dengan arsitektur mewah. Yaitu rumah bekas kediaman pejabat Javasche Bank, yang sekarang dikenal dengan Perpustakaan Bank Indonesia. Rumah ini memang menjadi jujugan rombongan setelah berkunjung ke De Javasche Bank di Kota Lama Surabaya, sebuah museum yang dikelola Bank Indonesia.

Sketsa bangunan menjadi Object orientasi bangunan. Andai rumah rumah di jalan Darmo digambar seperti itu. Foto: nng

Selama di rumah eks pejabat De Javasche Bank ini, (Perpustakaan Bank Indonesia), para pemerhati arsitektur kolonial ini memperhatikan dengan seksama sentuhan arsitekturnya.

Mulai dari atap bersirap hingga bagian bawah bangunan yang menggunakan struktur batu batu alam (koblesteen) dengan pagar besi bermotif orang dengan tangan terbentang (sendaplang).

Mengamati kontruksi Koblesteen pada rumah eks pejabat Javasche Bank. Foto: nng

Gaya dan arsitektur dan permainan (motif) pada bangunan ini dijelaskan secara detail oleh Frans Leidelmeijer, tour leader, yang di Belanda terkenal sebagai kurator seni, arsitektur dan benda benda seni asal Nusantara serta penulis buku buku tentang Nusantara.

Salah satu buku karya Frans Leidelmeijer. Foto: ist

Salah satu karya buku sebagai penulis adalah “Art Deco Beelden van Bali (1930-1970): van Souvenir tot Kunst Object”. Lainnya adalah “De vernieuwingen in de kunstnijverheid van 1890 tot 1940”. Masih banyak lagi lainnya termasuk mengasuh acara acara televisi yang membedah seni asal Nusantara.

Frans memandang bahwa Surabaya adalah rumah arsitektur kolonial dan keberadaannya perlu dijaga sebagai wadah ilmu pengetahuan. Tahun 2023 Frans dan tim film dokumenter nya datang ke Surabaya untuk mendokumentasikan arsitektur rumah rumah kolonial di Surabaya yang karya dokumenter itu diberi judul “Pembauran”.

Frans (kiri) menjelaskan kepada rombongan. Foto: nng

Atas perhatian di dunia arsitektur dan budaya itulah, ia merancang sebuah program tour yang khusus menyajikan khasanah arsitektur di Surabaya, Semarang dan Jakarta.

“Arsitektur adalah karya seni peradaban dari suatu masa di Surabaya”, sentil Frans.

Frans (dua dari kanan) menjelaskan kepada rombongan. Foto: nng

Ia pun merasa kaget ketika mendengar kerusuhan yang menimpa Grahadi.

Is the Grahadi building destroyed by fire?” (Apakah gedung Grahadi habis terbakar?), tanya Frans sebelum kedatangannya bersama rombongan.

Frans Leidelmeijer sebagai kurator, pegiat seni arsitektur dan benda benda seni Nusantara turut memperkenalkan karya karya Nusantara di Belanda. Jika disini terjadi perubahan perubahan yang akhirnya menghilangkan jejak peradaban, so ? 

Sementara itu Adrian warga Belanda, yang sudah lama bermukim di Bali, adalah operator wisata yang berjaringan dengan Frans Leidelmeijer. Ia berharap agar Object Object sejarah, khususnya arsitektur kolonial, bisa dijaga dan dimanfaatkan dengan baik. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *