Jejak Kadipaten Surabaya (d/h Surapringga)

Sejarah

Rajapatni.com: SURABAYA – Menyimak peta Surabaya lama dari abad 17, sebagaimana dilansir oleh oldmapsonline.com, bahwa jejak jejak peradaban Surabaya terkonsentrasi di wilayah sekitar Tugu Pahlawan sekarang dan kawasan Ampel.

Kawasan, yang sekarang kita kenal dengan Tugu Pahlawan, dulunya adalah komplek Kekadipatenan (Kekratonan), yang kepala daerahnya dikenal dengan nama Adipati. Ada nama nama Adipati seperti Jayalengkara dan Jayengrono.

Berdasarkan peta lama Surabaya bahwa lapangan Tugu Pahlawan ini adalah alun alun Surapringga, yang di sisi Utara dan Timur pernah terdapat pendapa. Eerst Regent wooning (Kasepuhan) di pendopo Utara dan Twee Regent wooning (Kanoman) di pendopo Timur.

Alun alun dan tata ruang klasik Surabaya (kini kawasan Tugu Pahlawan). Foto: ist

Kala itu pimpinan tertinggi Surabaya bukanlah seorang raja, tapi masih bawahan raja setingkat Adipati. Meski demikian jabatannya bagaikan raja (pimpinan tertinggi di wilayah Surabaya).

Sementara di sisi barat lapangan alun alun yang berbentuk bujur sangkar, berdasarkan peta lama 1700-an, pernah terdapat bangunan ibadah. Itu lah bangunan masjid lama (Surapringga). Di tengah alun alun terdapat jalan, yang memotong dan membujur Utara – Selatan, itulah jalan Alun Alun (Alun Alun Straat) karena letaknya di tengah alun alun, yang sekarang dikenal dengan nama jalan Pahlawan. Di sisi Utara dan Timur lapangan ada bangunan. Itulah pendopo Kasepuhan (eerst Regent wooning) dan Kanoman (twee regent wooning).

Karena perkembangan Surabaya, maka struktur tata ruang Surabaya berubah. Komplek Pemerintah klasik Surabaya berpindah sedikit ke Utara ke kawasan Krembangan dan disana dibangunlah komplek pemerintahan klasik Surabaya yang baru.

Tata ruang Surabaya klasik di Krembangan. Foto : oldmapsonline

Penandanya (tetengernya) adalah Masjid besar, yang sekarang bernama masjid Kemayoran. Dulu dikenang Masjid Raudhatul Musyawarah seperti yang tertulis pada gerbang Masjid. Sesuai dengan isi prasasti logam, yang ada di dalam masjid, masjid itu dibangun pada 1772-1776 tahun Jawa atau 1848-1853 M.

Alun alun Surapringga di Krembangan. Foto: kitlv.nl

Pembangunan masjid ini sezaman dengan pembangunan tata ruang di sekitarnya. Yaitu alun alun dan rumah Bupati Surapringga, yang sekarang menjadi Kantor pos Besar.

Tata ruang Surabaya klasik yang lama (Tugu Pahlawan) dan yang baru (Krembangan) adalah serupa. Ada masjid, alun alun dan rumah Bupati.

Sekarang tata ruang Surabaya klasik (lama) menjadi kompleks gubernuran Jatim. Sementara tata ruang Surabaya klasik (baru) menjadi kawasan sekolahan Ta’miriyah dan SMPN 2 Kepanjen.

 

Ampel dan Peneleh

Selain di Kawasan Tugu Pahlawan dan Krembangan, peradaban kuno Surabaya juga ada di Ampel. Penandanya adalah Masjid Ampel.

Kawasan Ampel di dekat muara di kawasan delta. Foto: ist

Ampel, yang dulu masih satu nama Ampel Denta, justru lebih lama keberadaannya dari pada Krembangan. Di pertengahan abad 15, dikabarkan bahwa Raden Rahmat dan pengikutnya berbondong bondong datang dari Trowulan ke Ampel Denta. Disanalah Raden Rahmat mendirikan tempat ibadah dan Pesantren. Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam yang berbasis masyarakat. Dari sanalah penyebaran agama Islam di Jawa dimulai.

Kala itu bangunan rumah ibadah tidak sebesar seperti yang kita lihat sekarang. Dalam perkembangannya, berdasarkan sumber buku Oud Soerabaia (GH Von Faber), bahwa bangunan masjid Ampel di era kolonial dibangun sezaman dengan Masjid Kemayoran. Yaitu pada dekade 1840-an.

Kawasan Ampel di peta yang berbeda. Orientasi menghadap ke Utara. Foto: ist

Ternyata jejak Raden Rahmat ini tidak hanya di Ampel. Dalam perjalanan ke Ampel Denta pada pertengahan abad 15, ternyata Raden Rahmat pernah berhenti di kawasan Peneleh dan mendirikan tempat ibadah di sana, yang selanjutnya kita kenal dengan Masjid Jamik Peneleh. Ketuaan kawasan Peneleh dibuktikan dengan adanya temuan arkeologi berupa sumur Jobong yang diketahui sudah ada di tahun 1430 an.

Ampel dan Peneleh sama sama kawasan kuno di antara dua sungai: Kalimas dan Pegirian. Sementara tata pemerintahan klasik Surabaya di era kolonial berdiri di barat Kalimas. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *