Rajapatni.com: SURABAYA – Keresahan dan kesedihan di mana mana di negeri ini. Di kota kota besar dan di kota kota kecil di penjuru negeri. Semua merah membara. Pembakaran kantor kantor pemerintah. Bukan karena perang melawan musuh. Tapi “perang” saudara. Rakyat beringas, pihak pengamanan, baik tentara dan polisi, was was.
Korbannya diri sendiri. Kita, rakyat, yang menanggung akibatnya. Tidak murah dan tidak mudah untuk mengendalikan, terutama kepercayaan masyarakat. Di balik ini semua, diduga ada yang tertawa gembira. Namun siapa? Terlalu dini untuk menduga.

Sangat memprihatinkan dan mengerikan. Di Surabaya, gedung negara Grahadi menjadi sasaran amuk massa. Markas markas dan pos polisi menjadi target massa. Tentu mereka (petugas dan keamanan) harus tetap siaga dan waspada karena yang dihadapi adalah anak negeri. Semua adalah manusia.
Bagi petugas keamanan, kondisi seperti ini bagai maju kena, mundur kena. Serba repot. Lebih report lagi, diantara massa beringas ini adalah anak anak. Bahkan ada yang tertangkap membawa bom bom molotov, penyebab kebakaran.
Ibu Pertiwi berduka dan menangis. Banyak kalangan mengatakan bahwa kondisi ini akibat kekecewaan dan ketidakpuasan publik, yang memuncak. Pihak berwenang dinilai tidak dengan cepat merespon aspirasi masyarakat. Sementara ada beberapa pihak yang berlagak sombong di tengah penderitaan rakyat.
Ironisnya, kondisi kacau ini hanya beberapa hari setelah perayaan meriah HUT ke 80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Apakah kesalahan kesalahan bendera terbalik di saat pelaksanaan upacara yang sempat mewarnai menjadi sebuah pertanda? Pernah terbesit dalam benak. Ini pertanda apa?
Beberapa gambar visual dari dalam gedung DPR/MPR RI dianggap sebagai penyulut. Yaitu ketika tergambarkan sejumlah anggota legislatif sedang berjoget di ruang kerja mengikuti alunan musik yang rancak gembira. Visual ini menyusul beberapa pernyataan para petinggi negeri, yang dianggap juga menyulut kontroversi.
Mulai dari guru dianggap sebagai beban negara hingga gaji anggota DPR RI sebesar 3 juta per hari yang dianggap masih terlalu kecil dibandingkan gaji “ngartis”. Singkat cerita bahwa tahun 2025 menjadi salah satu periode paling kelam bagi DPR RI. Sejumlah kontroversi yang mencuat dari DPR RI memang bervariasi mulai dari tunjangan jumbo, ucapan kasar, hingga dugaan korupsi.
Atas itu semua, masyarakat semakin kecewa karena di tengah melemahnya ekonomi, banyak dari anggota DPR/MPR yang justru mempertontonkan kemewahan dan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti.
Misalnya ada anggota DPR RI yang menanggapi desakan warga untuk membubarkan DPR dengan mengatakan itu sebagai sikap yang keliru dan menyebut pandangan ini sebagai mental orang tolol.
Akibatnya tidak hanya terjadi di Jakarta, tapi juga di kota kota besar dan kecil di penjuru negeri. Semua membara. Rakyat turun ke jalan, membakar kantor kantor pemerintah dan markas markas polisi.
Kondisi chaos ini menjadi peluang bagi orang orang yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan lain. Mereka menunggangi untuk kepentingan pribadi dan golongan yang diluar dari tujuan pergerakan gelombang massa itu.
Apakah mereka ada di balik aksi massa ini? Pihak berwenang sedang menyelidiki, termasuk motif pihak pihak pendemo menggunakan bom molotov? Termasuk adanya motif agenda politik di balik unjuk rasa ini.
Semoga saja aksi destruktif dan anarkis massa ini segera selesai. Pun demikian persoalan bangsa ini segera berkesudahan. (PAR/nng).