Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA- Surabaya memiliki sifat dasar, yakni blak-blakan, terbuka, kebersamaan, egaliter, wani dan tanpa tedeng aling aling. Pemerintah kota pun menyerukan dengan slogan “Surabaya Wani!”.

Pun demikian, atas keberanian arek arek Surabaya pada masa perang kemerdekaan pada 1945 dan sesudahnya, sehingga atas kondisi itu pihak Belanda mengatakan bahwa momen keberanian dalam perjuangan itu dengan istilah “Masa Bersiap”.

Sebetulnya istilah ini berasal dari seruan perang pro-Republik Indonesia dan seruan terus-menerus untuk mengangkat senjata: “Siap!” – “Siap!”, yang terdengar ketika orang yang tampak sebagai musuh potensial revolusi memasuki daerah pro-republik. (Bayly, Christopher Harper, Tim ‘’Forgotten Wars, Freedom and revolution in Southeast Asia’’ (Publisher: Harvard University Press, 2006) ISBN 9780674021532 P.181 Googlebooks)

Seruan “Siap atau Bersiap!” adalah aksi juang melawan penjajah. Masa ini menandakan kesiapan bangsa Indonesia kala itu untuk melawan penjajah, yang senantiasa membuat bangsa ini lemah dan tidak bisa berbuat apa apa dan selalu dalam ketergantungan kepada penguasa (penjajah).

Awas dengan kekuatan penjajahan era baru (Neo kolonialisme) pada masa kini dan mendatang, yang selalu mencoba membuat yang lemah senantiasa tergantung kepada yang kuat. Yang lemah adalah object dan boneka bagi yang kuat. Semakin yang kuat bisa berkuasa atas yang lemah, maka siapapun penguasa itu bisa bermain di segala sendi kehidupan demi keuntungan pribadi maupun golongannya.
Karenanya ada saja yang namanya upaya upaya pelemahan bangsa. Hal itu mengacu pada adanya tindakan atau usaha yang dilakukan untuk melemahkan kekuatan, kesatuan, atau pengaruh suatu bangsa. Ini bisa merujuk pada berbagai bentuk tindakan, baik yang disengaja maupun tidak, yang pada akhirnya dapat mengurangi kemampuan bangsa tersebut untuk bersatu, berkembang, atau mempertahankan diri.
Karenanya dibutuhkan garda yang tegas, jelas dan kuat melalui sebuah struktur yang sistematis dan masif. Yaitu aturan hukum yang jelas, tegas, lugas, egaliter, terus terang dan tidak sembunyi sembunyi. Aturan demikian ini memudahkan siapapun dalam melaksanakan dan mengimplementasikan mencapai sasaran. Sehingga masyarakat tidak menginterpretasikan sesuatu yang abstrak. Sikap ini membutuhkan keberanian, Wani.
Kembali ke sifat arek Surabaya yang tegas, lugas, egaliter, wani dan tidak ada tedeng aling aling, maka instruksi dan aturan ke bawah juga yang demikian praktis dan aplikatif, tidak penuh interpretatif.
Ini berarti bahwa sesuatu, seperti sebuah teks, pengalaman, atau fenomena dan bahkan tujuan, tidak hanya dijelaskan secara sederhana, tetapi juga diuraikan Object dan maknanya dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan konteks.
“Bersiap” adalah kata singkat, lugas, tegas, egaliter dan wani yang ditakuti penjajah masa lalu.
Kata “Juang” bisa saja menjadi momok bagi pihak pihak, yang sengaja melemahkan bangsa ini. (PAR/nng)