Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Ajang asah dan latih menulis aksara Jawa sebagai simbol bahasa Jawa dibuka untuk dilaksanakan pada 31 Agustus 2025. Ini adalah ajang lomba yang sangat sederhana. Hanya menyalin tulisan yang menjadi prasasti penting di Masjid Kemayoran Surabaya, yang nama aslinya Masjid Raudhatul Musyawarah Surapringga.

Dari isi prasasti ini secara umum menggambarkan bagaimana masyarakat Surapringga (Surabaya) bergotong royong untuk pendirian masjid. Nilai kegotongroyongan ada pada upaya pendirian masjid. Nilai inilah, yang selama ini didengungkan oleh Walikota Surabaya Eri Cahyadi.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, selama ini secara konsisten menyerukan semangat gotong royong dalam membangun Surabaya. Ia menekankan pentingnya kebersamaan dan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi berbagai tantangan dan mewujudkan kota yang lebih baik.
Ternyata dalam pembangunan masjid Kemayoran pada 1848 M, segenap umat Islam bergotong royong. Bagi mereka yang memiliki banyak uang menyumbangkan dana. Bagi mereka yang memiliki bahan bangunan menyumbangkan pasir, kapur hingga batu bata dan bagi mereka yang tidak punya apa apa menyumbangkan tenaga.

Pembangunan masjid Raudhatul Musyawarah memang dibackup pemerintah. Ini terbukti dengan tiga nama pejabat pemerintah yang terukir pada prasasti. Ada nama Raden Tumenggung Krama Jayadhirana selaku Bupati Surapringga (Surabaya), Residen Daniel Francois Willem Pietermaat sebagai Residen Surapringga dan Jan Jacob Rochussen sebagai Gubernur Jenderal.
Salah satu pejabat, Residen Daniel Francois Willem Pietermaat, makamnya ada di Peneleh dan menempati ruang yang istimewa. Sebuah penghargaan buat almarhum. Makamnya persis berada di tengah tengah makam, centre.
Nilai Gotong Royong
Lomba ini tidak hanya mengandung nilai budaya Jawa, yaitu aksara Jawa, tetapi tentang nilai kegotong royongan rakyat Surabaya. Bahwa rakyat Surabaya sudah memiliki jiwa gotong royong yang hingga sekarang masih didengungkan oleh walikota Surabaya, Eri Cahyadi.
“Nilai Kegotongroyongan itu nyata dan ada. Buktinya ada di masjid Kemayoran”, tutur Nanang dari Puri Aksara Rajapatni.
Umat Islam dan kegotongroyongan memiliki hubungan yang erat, karena nilai-nilai Islam mendorong umatnya untuk saling membantu dan bekerja sama dalam berbagai aspek kehidupan. Konsep “ta’awun” (tolong-menolong) dalam Islam sejalan dengan semangat gotong royong yang menjadi kearifan lokal Indonesia.
Sebagaimana diketahui bahwa nilai gotong royong adalah salah satu dari nilai pendidikan karakter nasional. Gotong royong mencerminkan semangat kerjasama dan bahu membahu untuk mencapai tujuan bersama, serta menjadi bagian penting dalam membangun bangsa yang solid dan harmonis. (PAR/nng)