Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Aksara (culture) dan alam (nature) dapat merujuk pada dua konsep yang berbeda tetapi keduanya saling terkait. “Aksara” mengacu pada sistem tulisan atau huruf. Sementara “alam” merujuk pada lingkungan alami, dunia fisik, atau segala sesuatu yang tidak dibuat oleh manusia.
Namun ada aksara (culture) yang dituliskan berdasarkan alam (nature). Misalnya aksara Hanzi China, bahwa kata “sawah” ditulis bagai lambang pamatang. Yaitu kotak kotak 稻田.
Aksara Hanzi China dapat dianggap sebagai representasi dari alam. Banyak karakter Hanzi awalnya dari gambar yang menyerupai objek, yang mewakili dan terinspirasi dari alam.
Secara umum, hubungan antara “aksara” dan “alam” bisa dilihat dari beberapa sudut pandang bahwa Aksara sebagai Representasi Alam. Beberapa sistem aksara, terutama yang kuno, terinspirasi oleh bentuk-bentuk alam. Misalnya, hieroglif Mesir kuno, yang menggunakan gambar-gambar hewan, tumbuhan, dan benda-benda alam lainnya untuk mewakili kata-kata atau konsep.

Ada pula bahwa dalam upaya Pelestarian Alam, ada yang dilakukan melalui Aksara/huruf. Aksara dapat digunakan untuk mendokumentasikan pengetahuan tentang alam, seperti pengetahuan tradisional tentang tanaman obat dan pembuatan obat obatan dari tanaman. Dengan demikian, aksara berperan dalam melestarikan dan mewariskan pengetahuan tentang alam dan tradisional dari satu generasi ke generasi berikutnya. Manuskrip adalah contohnya.

Alam juga sering menjadi sumber inspirasi dalam seni dan budaya, termasuk dalam penciptaan aksara. Bentuk bentuk alam, warna, dan tekstur dapat tercermin dalam desain huruf, kaligrafi, atau seni visual lainnya yang menggunakan aksara.

Apalagi Tradisi Jawa. Tradisi Jawa banyak yang terinspirasi dari alam. Ini mencerminkan hubungan harmonis antara masyarakat Jawa dengan lingkungannya. Beberapa contohnya adalah tradisi Sedekah Bumi, yang merupakan ungkapan syukur atas hasil bumi dan menjaga kelestarian alam, serta adanya tradisi Wiwitan yang berkaitan dengan pertanian dan penghormatan terhadap padi sebagai sumber kehidupan.
Selain itu, ada juga tradisi Grebeg yang melibatkan gunungan hasil bumi sebagai simbol kemakmuran dan keberkahan alam.

Di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno, Jombang, juga ada tradisi yang terkait dengan alam, yang dikenal dengan adalah Riyaya Undhuh-Undhuh. Tradisi ini merupakan wujud syukur atas hasil panen yang melimpah, di mana jemaat membawa hasil bumi dan hasil karya mereka untuk diarak menuju gereja, kemudian dilelang dan hasilnya digunakan untuk kepentingan gereja dan membantu sesama.
Meskipun budaya dan alam adalah dua entitas yang berbeda, namun keduanya memiliki hubungan yang erat dalam konteks budaya, pengetahuan, dan pelestarian lingkungan. (PAR/nng).