Konsep Hayati Dalam Menjaga Ketahanan Budaya (Culture), Alam (Nature) dan Masyarakat (People).

Budaya

Rajapatni.com: SURABAYA – Keragaman hayati dan multikulturalisme budaya di bumi ibu Pertiwi adalah kekayaan Nusantara. Mereka harus semaksimal mungkin diberdayakan dan dinikmati untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tapi masyarakatnya sendiri juga harus berdaya dan bertalenta dalam mengolah kekayaan itu.

Sungguh ironis jika kekayaan Nusantara malah dinikmati bangsa lain, yang lebih berdaya dari pada masyarakat Nusantara sendiri. Secara histori bangsa Belanda (melalui VOC), Jepang, dan bangsa-bangsa Eropa lainnya telah pernah menguasai hasil alam Nusantara.

 

Belajar Dari Sejarah

Pengalaman itu tidak boleh terulang. Bangsa Nusantara harus kuat dan mandiri dalam mengolah kekayaan alamnya sendiri.

Tentunya semakin ironis, kalau kekayaan budaya kita dikuasai dan diolah oleh bangsa asing. Kita adalah tuan rumah, yang tentunya harus bisa mengolah dan memanfaatkan kekayaan budaya sendiri.

Jangan sampai kita dijejali oleh budaya asing dan lupa akan budaya sendiri, yang akhirnya budaya kita diakui oleh bangsa asing.

Bukti bukti kecil sudah nampak. Negara tetangga sudah beberapa kali mengklaim budaya kita, khususnya Malaysia, yang pernah mengklaim antara lain: batik, Reog Ponorogo, angklung, rendang, lagu Rasa Sayange, tari Kecak, wayang kulit, keris, tari Saman, dan pencak silat.

Akan jadi gawat bila yang semula dari bukti kecil kemudian menjadi bukit yang besar. Ini semua membutuhkan kesadaran akan kekayaan alam dan budaya. Bukti kekayaan alam yang telah direnggut oleh bangsa lain. Yaitu Pulau Ligitan dan Sipadan, yang sudah masuk wilayah Malaysia berdasarkan hasil keputusan Mahkamah Internasional, International Court of Justice, (ICJ) tahun 2002.

Berangkat dari fakta sejarah itu hendaknya kita perlu waspada dan meningkatkan kesadaran kolektif Nasional kita akan kecintaan pada negeri dan kekayaan alam dan budaya Nusantara.

 

Konsep Hayati

Konsep Hayati, yaitu konsep pelestarian, pemberdayaan dan pemanfaatan budaya (culture) dan alam (nature) oleh dan untuk masyarakat (people) demi peningkatan kesejahteraan untuk semua harus mulai digerakkan.

Konsep Hayati ini sedang disusun dan dirumuskan oleh komunitas budaya yang bergerak di bidang aksara Puri Aksara Rajapatni bersama Kementerian Pendidikan.

Jangan sampai dalam menyongsong tahun emas 2045, justru kesatuan wilayah yang berupa alam dan budaya semakin tergerogoti oleh karena kualitas kesadaran kita yang menurun.

Karena kita sendiri yang kurang dan tidak peduli terhadap kekayaan alam dan budaya, maka kekosongan ini bisa diserobot pihak lain. Apalagi orang orang (manusia) Indonesia dapat dibeli oleh kekuatan kekuatan besar yang menarget pelemahan Indonesia. Sehingga pada akhirnya, kita menjadi bangsa yang manut kepada kekuatan itu dan lupa melindungi jati diri. Sebaliknya malah menjual jati diri.

Agar tidak terjadi kekosongan, kini saatnya (sebelum terlambat) seluruh komponen bangsa bergerak memperkokoh ketahanan. Yaitu ketahanan budaya dan alam serta ketahanan masyarakat.

Sekarang bagaimana merumuskan ketahanan budaya dan ketahanan alam serta ketahanan masyarakat?

 

Tiga Aspek Penting: Alam, Budaya dan Masyarakat

Kekayaan Nusantara. Foto: ist

Perlu disadari dan diketahui bahwa Ketahanan budaya, ketahanan alam, dan ketahanan masyarakat adalah tiga aspek penting yang saling terkait dalam menjaga kelangsungan suatu bangsa.

Ketahanan budaya berkaitan dengan kemampuan suatu bangsa untuk mempertahankan nilai-nilai luhur, tradisi, dan identitas budayanya di tengah pengaruh globalisasi.

Ketahanan alam merujuk pada kemampuan menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam untuk keberlanjutan kehidupan.

Sementara itu, ketahanan masyarakat adalah kemampuan masyarakat untuk menghadapi berbagai tantangan dan ancaman, baik dari dalam maupun luar, serta menjaga stabilitas sosial, ekonomi, dan politik. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *