Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA – “Warisi apinya bukan abunya” adalah sebuah ungkapan, yang memiliki makna tentang pentingnya mewarisi semangat atau semangat juang dari suatu peristiwa.
Ungkapan ini menekankan pada substansi dan makna yang terkandung dalam suatu peristiwa khususnya perang kemerdekaan 1945.
Dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, substansinya adalah perjuangan atau tindakan semaksimal mungkin demi meraih dan menjaga kemerdekaan.
Sebagai komparasi, bagi umat Islam, bahwa menganut junjungan Nabi Muhammad SAW berarti meneladani akhlak atau perilaku beliau. Ini merupakan bagian penting dari keimanan dan praktik agama Islam.
Sama pula dengan predikat juara atau pemenang yang hanya dapat diraih setelah melalui proses perjuangan (melakukan tindakan). Pun juga dengan pencapaian kelulusan dan keberhasilan, yang hanya dapat dicapai setelah melakukan segenap perjuangan atau upaya.
Ilustrasi di atas sama dengan keinginan seseorang yang menjadi ratu kecantikan sejagat, dimana seorang individu perlu memenuhi berbagai kriteria yang mencakup penampilan fisik, kecerdasan, kepribadian, dan kemampuan berkomunikasi. Selain itu, diperlukan juga tindakan, persiapan dan latihan yang matang untuk menghadapi berbagai tahap dalam kompetisi kecantikan.
Dari semua ilustrasi di atas, prinsipnya adalah bahwa meraih mimpi: apakah sebagai juara, kemenangan, kelulusan, maka diperlukan perjuangan.
Apapun tujuannya, maka seseorang harus melalui proses perjuangan. Perjuangan adalah api yang harus diwarisi, bukan abunya. Setelah melakukan upaya semaksimal mungkin atau perjuangan, maka layak menjadi juara, meraih kemenangan dan jadi pahlawan.
Dari sosok seorang pahlawan pun, yang perlu diwarisi darinya adalah perilaku kejuangannya. Hal itu dimaksudkan bahwa keteladanan dari seorang pahlawan tidak hanya terbatas pada sosok fisiknya dan citranya, tetapi juga pada perilaku dan semangat juang yang mereka tunjukkan. Warisan pahlawan adalah semangat, nilai-nilai, dan sikap yang bisa ditiru dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kembali lagi, sama halnya dengan meneladani Nabi Muhammad SAW, maka yang patut ditiru adalah akhlaknya, perilakunya. Meneladani perilaku Nabi dalam kehidupan sehari-hari: seperti bagaimana beliau berinteraksi dengan keluarga, sahabat, dan masyarakat, merupakan bagian penting dari meneladani beliau.
Ilustrasi perilaku, tindakan dan perjuangan itu sebagaimana perlunya diksi “kejuangan” dalam perda pemajuan kebudayaan, kejuangan dan kepahlawanan Surabaya. Diksi “kejuangan” adalah sebagai tuntunan praktis dalam pembangunan kota Surabaya.

“Kejuangan” dalam konteks ini adalah merujuk pada semangat, nilai-nilai, dan tindakan yang mencerminkan perjuangan, baik dalam konteks sejarah maupun dalam kehidupan sehari-hari. Ia bukan hanya sekedar kata, tetapi merupakan tuntunan atau pedoman dalam bertindak, bekerja, dan berperilaku, yang dilandasi oleh semangat pantang menyerah, cinta tanah air, rela berkorban, dan kepedulian terhadap sesama.(PAR/nng)