Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA – Ketika pecah perang 10 November 1945, ada seorang saksi mata yang masih bisa bercerita. Kini usianya 86 tahun. Kala itu di pada peristiwa 10 November 1945, usianya masih 6 tahun.
Ia adalah Case Van der Linden, arek kelahiran Surabaya tahun 1939 berdarah Belanda. Bapaknya adalah J.J. Van der Linden, seorang tentara KNIL, yang pasca kemerdekaan 1945, mengabdi sebagai pegawai Pemerintah Kota Surabaya sebagai konsultan hukum di era pemerintahan walikota Mustajab. Tahun 1954 mereka pulang ke Belanda.

Kini Case Van der Linden, yang sudah berusia 86 menetap di Amerika Serikat dan sudah beranak cucu. Tapi ingatan tentang Kampung halaman Surabaya masih melekat dalam ingatannya dengan baik. Dia arek Surabaya. Begitu katanya.

Case Van der Linden masih berusia 6 tahun ketika pecah perang 10 November 1945. Di sekitaran tanggal itu, Case juga pernah mendengarkan suara Bung Tomo melalui radio. Menurutnya suaranya mematikan.
“Only the loud speaker on the mobile automobile when I was driving through Surabaya, I was six years old and certainly was not able to understand his language but one can hear the tone end with the call for uprising and killing of the non Indonesian. He caused the death of many Dutch Indos with his adjetachings until the English came to protect.
We got protection from the mobile brigade under Mohamed Jasin at that time. We lived on the Coen Boulevard. He was a good man”, cerita Case melalui WhatsApp.
Ceritanya bahwa dia hanya mendengar pidato Bung Tomo melalui radio di dalam mobil ketika berkendara di Surabaya.
Ketika itu dia masih berumur enam tahun dan tentu saja tidak bisa mengerti bahasa Indonesia dengan baik. Namun bisa mendengar nada pidato yang bersemangat dan diakhiri dengan seruan untuk berontak dan membunuh orang orang non-Indonesia.
Menurutnya pidato Bung Tomo menyebabkan kematian banyak orang Indo-Belanda, sampai akhirnya tentara Inggris datang untuk menyelamatkan. Keluarganya juga pernah diselamatkan pasukan Brigade Mobile di bawah pimpinan Mohammad Yasin. Ketika itu Case dan orang tua tinggal di Coen Boulevard. Mohammad Yasin orang baik.

Case juga pernah bercerita bahwa Muhammad Yasin adalah teman bapaknya, yang seorang KNIL. Ketika pecah perang Surabaya, bapaknya, J.J. Van der Linden sedang bertugas di Burma. Karena itulah Muhammad Yamin turut menyelamatkan keluarga kawannya (J.J. Van der Linden).

Menurut Case, selama dalam perlindungan di gedung St Louis dan sebuah rumah di Coen Boulevard, ia tak lepas dari bising suara kendaraan bersenjata, ledakan ledakan peluru serta raung pesawat pembom. Bahkan Case sempat memungut selongsong peluru besar yang hingga sekarang masih diaimoan di Amerika Serikat.
Selanjutnya keluarga Case juga pernah dievakuasi ke pelabuhan Tanjung Perak dan tinggal disana selama 2 mingguan. Tapi ada salah satu kawan keluarga yang ditangkap dan dibawa ke Simpang Club (sekarang Balai Pemuda).
“A good friend of the family was rounded up and brought to the Simpang club as you probably know what took place there and his description of what happened there was horrible”, tambahnya.
Case lebih lanjut menggambarkan bagaimana nada nada pidato Bung Tomo. Penuh semangat, berapi api dan akhirnya mematikan. Dia tidak mengerti banyak tentang bahasanya.
Perang memang tidak pandang bulu. Bisa jadi ada peluru peluru nyasar. Baik dari pejuang maupun dari tentara Sekutu.
“Basically, it was the Indonesian mob that was the danger”, (pada dasarnya yang menakutkan adalah pejuang Indonesia), pungkasnya. (PAR/nng).