RRI Surabaya Berjasa Pada Upaya Perjuangan Bung Tomo. 

Sejarah

Rajapatni.com: SURABAYA – Menjelang perang 10 November 1945, sebelum Bung Tomo memiliki pemancar Radio, yang kemudian disebut Radio Pemberontakan, Bung Tomo pernah berpidato dan difasilitasi di Radio Surabaya (RRI Surabaya).

Menurut buku “119 Pejuang Angkasawan RRI” terbitan RRI Surabaya bahwa Bung Tomo pernah berpidato (siaran) di RRI Surabaya sebanyak empat kali.

Sumber manerik tentang peran RRI Surabaya terhadap Bung Tomo. Foto: nng

Yaitu pertama pada Sabtu Sabtu, 13 Oktober 1945. Kedua pada Kamis, 18 Oktober 1945. Ketiga pada Jumat, 19 Oktober 1945 dan keempat pada Sabtu, 20 Oktober 1945.

Setelah pidato keempat, pemerintah pusat melarang Bung Tomo pidato lagi di RRI Surabaya, alasannya pidato pidato Bung Tomo dianggap menghambat upaya diplomasi. Pidato pidato Bung Tomo dinilai terlalu provokatif dan dengan cepat mampu merubah sikap arek arek Surabaya yang sedang masa euforia kemerdekaan menjadi sangat reaktif dan agresif.

Akibatnya Bung Tomo dicekal pemerintah pusat, dan dilarang berpidato melalui corong RRI Surabaya.

Menyadari gentingnya situasi, dan pentingnya pidato pidato Tomo untuk membangkitkan perlawanan arek-arek Surabaya, sebagai gantinya RRI Surabaya diam-diam membantu Bung Tomo untuk mendapatkan pemancar Radio sebagai sarana pemberontakan terhadap sekutu dan merelay pidato-pidatonya.

Apa yang dikhawatirkan terjadi. Yaitu pada 27 Oktober pada sore hari, RRI Surabaya diserbu oleh tentara Gurkha. Bung Tomo yang mengetahui itu segera melalui Radio Pemberontak menyerukan untuk merebut kembali dan mengepung RRI Surabaya.

Malam harinya dari pukul 22.00 hingga keesokan hari pukul 04.30 pasukan Gurkha terkepung dan kehabisan amunisi. Lalu RRI Surabaya dibakar. Mereka terbakar hidup hidup di dalam gedung RRI Surabaya di jalan Simpang (sekarang jalan Pemuda). Hanya dua tentara Gurkha yang selamat setelah mengibarkan bendera putih dan dua perwira Sekutu berhasil meloloskan diri. RRI Surabaya membara.

Gedung studio Radio Surabaya (RRI Surabaya) tempo dulu..Foto: ist

Peristiwa itu dituturkan oleh Kartoyo, yang kala itu menjabat sebagai wakil Kepala Bidang Teknik di tahun 1945. Kiprah Kartoyo di RRI Surabaya tidak dipungkiri dan banyak berjasa dalam mengamankan pemancar dan jalannya siaran siaran di Surabaya maupun pengungsian.

Setelah RRI Surabaya di Simpang terbakar, Kartoyo memimpin perpindahan perangkat siaran ke studio darurat di jalan Embong Malang. Dari sana, Gubernur Suryo mengumumkan perlawanan kepada tentara Sekutu dan tidak menghiraukan ultimatum Sekutu yang disebarkan pada 9 November 1945. Kartoyo pula yang memimpin perpindahan perangkat pemancar dari Embong Malang ke Mojokerto.

Pun demikian di tangan Kartoyo, Radio Pemberontakan Bung Tomo diinstall di Mawar 10 sehingga Bung Tomo bisa melakukan siaran siaran pidatonya. Siaran Radio Pemberontakan Bung Tomo berhasil mengerahkan pemuda pemuda Surabaya mengepung RRI Surabaya di Simpang dan membumi hanguskan serta membakar hidup hidup tentara Gurkha di dalamnya.

Afnani salah satu penulis buku “119 Pejuang Angkasawan RRI”. Foto: nng.

Menurut Afnani Hawari, salah satu m penulis buku “119 Pejuang Angkasawan RRI” bahwa Bung Tomo dibantu oleh Kartoyo yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Kepala Bidang Teknik RRI Surabaya di Tahun 1945.

“Bung Tomo siaran di RRI Surabaya sebanyak empat kali ini tidak banyak diketahui publik”, kata Afnani yang ditemui di studio RRI Surabaya pada Senin sore (21/7/25).

 

RRI Berjasa Pada Bung Tomo

Buku “119 Pejuang Angkasawan RRI” adalah catatan angkasawan RRI, yang berjasa sebagai penyiar radio, khususnya dalam menjaga eksistensi dan peran RRI sebagai lembaga penyiaran publik. Di dalamnya termasuk perjuangan menjaga eksistensi kedaulatan bangsa. Yaitu seperti ketika angkasawan Wakil Kepala Bidang Teknik, Kartoyo, dalam membantu Bung Tomo untuk instalasi radio pemancarnya di jalan Mawar 10 Surabaya.

Bahkan sebelum instalasi radio Pemberontakan, RRI juga memfasilitasi Bung Tomo untuk orasi orasi (pidato) radionya. Orasi pertamanya seiring dengan dimulainya radio pemberontakan, yang juga disebut awal mula (berdirinya) Radio Pemberontakan. Ketika itu pada 13 Oktober 1945 radio Bung Tomo memang belum siap mengudara. Karenanya masih menggunakan RRI Surabaya.

Pada siaran kedua dan hingga keempat, konten dan bobot siaran pidato/orasi radio Bung Tomo, yang penuh semangat dan heroik itu, dianggap mengganggu proses diplomasi oleh pemerintah pusat dan presiden Soekarno mencekal program siaran siaran Bung Tomo.

Tidak hanya mempersiapkan dan membantu secara teknis akan kehadiran Radio Pemberontakan Bung Tomo, tapi secara kemasan (paket) siaran, RRI juga memberikan jingle program yang berupa musik instrumental Hawaiian yang bernama “The Tiger Shark” sebagai pengganti musik mars. Wal hasil The Tiger Shark menjadi jingle pembuka dan penutup siaran siaran pidato Bung Tomo.

Selanjutnya siaran siaran pidato Bung Tomo melalui Radio Pemberontak di relay tidak hanya oleh RRI Surabaya tetapi juga oleh RRI Malang, Solo, dan Yogyakarta untuk menjangkau area siaran yang lebih luas. Dengan penguatan penguatan itu, jangkauan siaran Radio Pemberontakan bisa menembus wilayah antar negara dan ini dimanfaatkan oleh K’tut Tantri. (PAR/nng).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *