Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Kota benteng (bertembok) Elburg di Belanda memiliki bentuk tata ruang yang unik, tidak pada umumnya sebuah kota kuno dari masa abad pertengahan. Umumnya berbentuk melingkar dengan sentral berupa gereja atau alun alun. Tapi Kota bertembok Elburg ini tidak pada umumnya. Dia memiliki tata ruang persegi panjang dengan tata ruang jalan lurus dengan sudut 90 derajat. Apalagi gereja tidak di tengah (central), melainkan di pinggir.

Kota bertembok Elburg ini adalah penataan kembali yang dilakukan pada akhir abad 14 setelah kota ini dilanda banjir St. Marcellus pada 1362.
Lalu penataan ulang dimulai pada tahun 1392. Tata ruang dibuat persegi dengan jalan jalan lurus dan siku dan persimpangan bersudut 90 derajat. Tata ruang semacam ini memang disengaja agar memiliki keuntungan praktis untuk pertahanan dan pengorganisasian. Ini merupakan pertimbangan penting untuk kota Hanseatik (kota dagang) yang berbenteng.

Berdasarkan pengamatan empiris, penataan ruang ini sedikit serupa dengan kota lama Surabaya, khususnya zona Eropa, dimana tata ruang jalan dibuat lurus dengan persimpangan yang bersudut 90 derajat. Luas zona Eropa Surabaya kira kira 4 hektar. Sementara luas Elburg 8 hektar.
Yang menarik dan yang diluar dari pakem kota kota dari masa pertengahan adalah keberadaan gereja, yang biasanya menjadi sentra dan umumnya berlokasi di tengah. Gereja di kota tua Elburg ini berdiri di pinggir dan dekat dengan tembok. Hal ini dikarenakan oleh pembangunan gereja merupakan salah satu bangunan terakhir yang dipindahkan dari luar tembok ke tata letak kota baru. Justru inilah yang menjadikan Elburg sebagai kota yang unik dan menjadi ciri khas Elburg.
Kota bertembok Surabaya juga pernah memiliki gereja, yang posisinya di tengah di dekat alun alun, Willemsplein. Jalannya juga lurus lurus dengan persimpangan yang bersudut 90 derajat.

Hanya jalan dan bangunan bangunan bisa menjadi saksi tata ruang Surabaya sebagai kota bertembok dengan tata ruang persegi. Tidak ada lagi parit dan tembok. Dari komparasi ini, setidaknya kita bisa tau seperti apa Surabaya bertembok dirancang. Kota Eropa Surabaya masih menyimpan jejak abad 18 dengan lorong-lorong sempitnya dan rumah-rumah tua. (PAR/nng).
