Sejarah
Rajapatni.com: SURABAYA – Peringatan Hari Besar di Suriname selalu teringat antara Hari Kemerdekaan pada 25. November 1975 dan datangnya imigran Jawa pertama di Suriname pada 9 Agustus 1890.

Per 25 November 1975 berarti terhitung 50 tahun. Sedangkan 9 Agustus 1890 terhitung 135 tahun. Oleh warga Suriname etnis Jawa, dua hari penting itu ada dalam lingkaran merah kalender.

Jumlah penduduk Suriname, yang menjadi bekas koloni Belanda itu berpenduduk 600.000 jiwa, sebuah negara kecil di Amerika Selatan.
Dari jumlah itu penduduk etnis Jawa atau Jawa-Suriname berjumlah sekitar 15 % nya atau pada kisaran 100.000 jiwa. Orang Jawa Suriname masih menjalankan kehidupan ala budaya Jawa Indonesia. Adat mantenan, tingkeban, seni jaran kepang, selamatan, pedalangan hingga siaran radio TV berbahasa Jawa menjadi warna budaya di antara ragam budaya lainnya di Suriname.
Begitupun dengan alam lingkungan di sana bagaikan alam lingkungan di suatu daerah di Jawa. Ada pohon kelapa, pohon buah buahan lazimnya di Jawa, hingga tanaman liar berupa krokot termasuk binatang peliharaan (ingon ingon) layaknya di pedesaan Jawa. Ada ayam, kucing dan anjing yang berkeliaran di sekitar rumah. Pun demikian dengan jagong sebagaimana adat Jawa.
Apalagi kalau ada orang yang punya hajatan, di sana masih ada adat sambatan dimana para tetangga akan datang membantu mempersiapkan makanan dengan memasak aneka makanan: ada ayam panggang, bakmi, oseng oseng campur hingga cara membungkus berkaitan dengan memakai daun. Sementara di perkotaan Jawa sendiri tradisi seperti ini semakin hilang.
Itulah Jawa Suriname. Bahkan dalam sebuah tradisi seni jaranan, selain mengenakan adat batik, pada bagian alat jaranan (kuda mainan) ada dekorasi bendera kecil merah-putih. Bendera Indonesia.
Yang menarik di Suriname, ada fenomena masjid yang arah kiblatnya berlawanan dengan arah Ka’bah. Masjid-masjid ini umumnya berada di daerah dengan komunitas keturunan Jawa, dan arahnya menghadap ke Barat, padahal seharusnya kiblat (Ka’bah) dari Suriname berada di arah Timur.
Ini tidak lain karena pengaruh kebiasaan nenek moyang mereka yang ketika di Jawa, kalau sholat menghadap ke Barat karena Kabah berada di arah Barat Jawa. Sementara di Suriname, posisi Ka’bah berada di Timur. Namun sebagian bangsa Jawa Suriname ada yang masih sholat dengan orientasi sholat menghadap ke Barat.
Bahkan ada di satu jalan di kota Paramaribo dimana ada dua masjid yang berseberangan jalan. Satu berkiblat ke Barat dan lainnya berkiblat ke Timur.
Tradisi sholat menghadap ke Barat masih dibawa ketika mereka sudah hidup di negara yang posisinya di Barat Ka’bah.
Menariknya antar umat Islam Jawa di sana tidak memperdebatkan. Mereka saling menghargai dan hidup rukun dalam tradisi.
Pada tahun 2025 ini, mereka memperingati ke 135 tahun kedatangan imigran Jawa pertama di Suriname (9 Agustus 1890). Mereka juga turut memperingati perayaan ke 50 tahun Hari Kemerdekaan pada 25 November yang jatuh pada tahun 1975. (PAR/nng).
