Aksara Jawa dan Aksara Georgian Dalam Benak Ingrid dari Taalunie.

Aksara Bahasa

Rajapatni.com: SURABAYA – Di sebuah lapak kuliner “Warung Atik” di jalan Gelatik, Kota Lama Surabaya, tim dari Kedutaan Belanda di Jakarta dan Taalunie (Uni Bahasa Belanda) beristirahat sejenak setelah menelusuri Kota Lama Surabaya pada Selasa malam (25/11/25). Lorong Stadhuis Steeg (jalan Gelatik) menawarkan nuansa berbeda dari jalanan gemerlap seperti jalan Rajawali (Heerenstraat ) dan jalan Jembatan Merah (Willemskade).

Kondisi jalan di jalan Gelatik (Stadhuis Steeg) kini telah di paving batu alam. Lapak lapak PKL pun sudah diberi tenda, yang beratap terpal guna menunjang kerapian konsep Kota Lama Surabaya. Kini kondisinya jauh lebih rapi jika dibandingkan dengan sebelumnya, setidaknya ketika direktur Erasmus Training Centre (ETC) Fons Van Oosterhout datang ke tempat ini tahun lalu. Sekarang kondisinya jauh lebih layak sebagai tempat berhenti (istirahat) untuk nongkrong melepas dahaga dan lapar sambil melihat bangunan rustic.

Pada Selasa malam itu, ada tamu Ingrid dan Gunther dari Taalunie dan Dilla dari Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Di “Warung Atik” ini, Inggrid yang duduk menghadap tembok bangunan lama terpampang sebuah banner warung bertuliskan Aksara Jawa, ꦮꦫꦸꦁꦄꦠꦶꦏ꧀.

Ia pun berkomentar mengenai anatomi tulisan aksara Jawa, yang indah dengan garis garis lengkungnya. Ketertarikan Ingrid pada anatomi aksara Jawa ini digambarkan dengan gerakan tangannya yang meliak-liuk sebagai gambaran keindahan anatomi.

Aksara georgian. Foto : ist

“That is quite similar to our Georgian script. Very old script “, kata Ingrid.

 

Aksara Georgian

Aksara Georgian adalah aksara kuno, yang sudah ada sebelum Masehi. Aksara ini digunakan di beberapa wilayah Azerbaijan, Turki timur laut, Rusia, Yunani dan Israel.

Ingrid sendiri, yang berasal dari Belgia, pernah tinggal juga di suatu daerah yang tidak asing dengan bahasa dan aksara Georgia, sehingga aksara ini tidak asing baginya. Bahkan Ingrid pada kesempatan itu mengenalkan aksara Georgia, yang tersimpan di ponselnya, hanya untuk membandingkan aksara Georgia dan aksara Jawa. Ia menunjukkan ponselnya.

Karenanya melihat aksara Jawa pada banner di jalan Gelatik, yang dulunya bernama Stadhuis Steeg, wajahnya terlihat berbinar dan suaranya pun ringan terdengar. Kesan darinya ternyata ada aksara tradisional juga di Surabaya.

Dari penggunaan Aksara Jawa pada banner Warung Atik itu langsung terbersit dalam benak Ingrid suatu tanda, ada apa dibalik penggunaan aksara tradisional di tengah modernisasi Surabaya. Maklum Ingrid membidangi ilmu bahasa di Taalunie (Uni Bahasa Belanda) sehingga ia dapat menduga bahwa ada makna di balik penggunaan aksara tradisional di kawasan Kota Lama.

Dugaan Inggrid tidak salah. Dijelaskan kepadanya bahwa penggunaan aksara Jawa di kawasan Kota Lama ini adalah upaya menjaga ingatan kolektif akan adanya nilai budaya yang pernah ada di kawasan ini.

Bahwa dulu sebelum bangsa Eropa datang dan tinggal di kawasan, yang selanjutnya disebut Benedenstad Soerabaia, kawasan ini adalah tempat dimana etnis lokal seperti Jawa dan Madura bertempat tinggal. Mereka bicara dalam bahasa lokal (Jawa dan Madura), tetapi ketika mereka menulis, mereka menggunakan Aksara Jawa.

Memang, di kawasan Kota Lama ini tidak ditemukan jejak aksara tradisional Jawa, tetapi secara historis ada riwayat yang menyebutkan bahwa kawasan ini adalah kawasan perkampungan Jawa dan kepangeranan Sumenep (Madura). Mereka adalah etnis lokal yang menggunakan aksara Jawa dalam komunikasi tulisnya.

Namun, sejak bangsa Eropa (Belanda) datang dan bermukim, maka budaya Eropa berkembang, termasuk aksara dan bahasanya. Aksara latin pun lebih digunakan dan lebih kuat.

Jelajah Kota Lama Surabaya di malam hari. Foto: ana

Setelah ngobrol kesana kemari, kemudian jelajah malam untuk mengenalkan Kota Lama Surabaya kepada tim Kedutaan Besar Belanda dan Erasmus Training Centre berlanjut. Erasmus Training Centre akan mengenalkan bahasa Belanda, yang secara kolektif ada kaitannya dengan Kota Lama Surabaya, yang memang menyimpan banyak nilai nilai seperti nilai budaya, arsitektur dan seni.

Nilai nilai ini yang menjadi daya tarik bagi Erasmus Training Centre dan Taalunie di Surabaya. Diharapkan Kota Lama Surabaya menjadi perhatian tambahan selain mengadakan pelatihan bahasa Belanda di Surabaya.

Grup foto dengan Erasmus, Taalunie dan Kedubes Balanda di Jakarta. Foto: ana

Pada Selasa malam yang terbebas dari hujan itu menjadi kesempatan bagi tim Belanda menjelajah Kota Lama Surabaya. Melalui bahasa Belanda, akan ada peluang dalam memahami sejarah, data dan budaya terkait dengan budaya Belanda dan budaya lokal yang ada.

Lepas lelah di hotel legendaris Majapahit. Foto: par

Pada Rabu siang (26/11/25), Erasmus Training Centre sebagai lembaga kursus dan pelatihan bahasa Belanda dibuka, yang beralamat di Dukuh Pakis II Baru no 100 Surabaya. (PAR/nng).

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *