Sejarah Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Ada kemiripan antara Kota Lama Paramaribo (Suriname) dan Kota Lama Surabaya (Indonesia). Jarak antara kedua kota ini jika ditarik garis lurus (terbang) sekitar 18,7 km. Maklum Paramaribo dan Surabaya adalah kota yang awalnya dibentuk oleh Belanda. Belanda mulai menduduki Suriname pada awal abad 17 (1613). Sama dengan awal pendudukan di Indonesia oleh VOC (1602).
Sejak itu Belanda mulai bertahap membangun kota kota jajahannya baik di Indonesia maupun di Suriname. Belanda memiliki cara dan gaya serupa dalam membangun kota kota itu. Di Jawa saja sebuah kota dibangun di tepian pantai dan muara sungai. Misalnya Batavia di dekat muara sungai Ciliwung. Semarang dibangun di muara sungai / Kali Semarang. Pun demikian dengan Surabaya dibangun di muara Kali Surabaya, yang selanjutnya dikenal dengan Sungai Kalimas.
Pun demikian dengan kota Paramaribo di Suriname. Kota ini juga dibangun di muara sungai Suriname.

Dari keempat kota ini: Jakarta, Semarang, Surabaya dan Paramaribo dibangun dengan gaya serupa. Masing masing dilengkapi benteng pertahanan yang berdiri di tepi sungainya. Di Jakarta ada benteng (kastil) Batavia. Di Semarang ada Benteng Vijfhoek dan di Surabaya ada Benteng Belvedere. Di Paramaribo ada benteng Zeelandia.

Benteng benteng di setiap kota ini mengawal keberadaan Stad. Di Surabaya ada Stad Van Soerabaia. Di Paramaribo ada Stad Van Paramaribo. Masing masing Stad ini kini disebut Kota Lama. Ada Kota Lama Surabaya, Kota Lama Paramaribo, Kota Lama Semarang dan Kota Tua Jakarta.
Bagaimana dengan bangunan dan arsitekturnya? Antara Paramaribo dan Surabaya ada kemiripan gaya tapi berbeda bahan baku. Arsitekturnya serupa. Bergaya Indies. Namun bahan baku utamanya berbeda. Di Paramaribo terbuat dari kayu. Sementara bahan baku di Surabaya terbuat dari batu (batu bata dengan cor).

Kota Lama Paramaribo (Stad Van Paramaribo) sudah ditetapkan sebagai Situs Warisan Pusaka Dunia UNESCO sejak tahun 2002. Kota Lama Surabaya masih belum. Kapan?

Di kawasan Kota Lama Paramaribo, pengunjung dapat dengan mudah memasuki atau mengakses gedung gedung cagar budayanya. Cukup dengan mengatakan bahwa seseorang itu tamu atau wisatawan, maka mereka akan didampingi petugas gedung atau tuan rumah untuk melihat gedung gedung itu. Para pengelola gedung ramah pariwisata. Mereka menyambut para tamu yang berwisata sejarah. Kesiapan dan hospitality warga inilah, yang menjadi pendukung diperolehnya pengakuan Kota Lama Paramaribo sebagai Kota Warisan Dunia UNESCO.
Bagaimana dengan Surabaya? Surabaya patut belajar dari Paramaribo.
Dengan jaringan, yang dimiliki Erasmus Training Centre, yang berafiliasi dengan NINA (Netwerk Internationale Neerlandistiek in Azië) atau Jaringan Studi Belanda Internasional di Asia akan bisa menjadi jembatan. (PAR/nng)
