Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Rintisan untuk perlindungan dan pengembangan budaya Nusantara, khususnya literasi aksara Jawa mendapat perhatian dari CEO dan Founder BIMA Nexus Australia Pty Ltd, Sydney Australia, Prof. Rudolf Wirawan.

Upaya pengembangan dan pelestarian hasil kecerdasan Nusantara itu tidak lepas dari peran komunitas budaya Puri Aksara Rajapatni, yang terus mengenalkan Aksara Jawa ke berbagai pihak baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
Atas dasar kesadaran bersama yang sevisi dan apalagi memandang budaya sebagai modal pembangunan bilateral antar negara, maka lahirlah satu gagasan kegiatan bersama yang melibatkan masyarakat di kedua bangsa.
“Bangsa Nusantara ini pernah menjadi bagian dari masyarakat dunia, atas dasar jejak sejarah itu, kenapa kita tidak hidupkan kembali dengan visi yang baru, juga sebagai alat diplomasi untuk persahabatan dunia” jelas Thony selaku pembina Puri Aksara Rajapatni.
Sementara itu menurut Prof Rudolf bahwa jauh sebelum bangsa Eropa datang ke benua Australia, warga Nusantara pernah bersinggungan dengan benua Australia.

Jejak masyarakat Makassar di Australia terlihat dari artefak arkeologis seperti keramik dan kail yang ditemukan di pesisir Australia Utara, pertukaran budaya yang terbukti dari serapan kata dalam bahasa suku Aborigin seperti “dambaku” (tembakau).

Artefak lainnya dari Makassar yang ditemukan di Australia meliputi logam (seperti kail dan bola peluru timah), meriam putar dari abad ke-18, susunan batu “Wurwurrwuy” di dekat Yirrkala, serta bukti-bukti lain seperti tungku perapian, tembikar, dan berbagai jenis peralatan yang dibawa dalam pelayaran masyarakat Makassar mencari mencari teripang hingga perairan Utara Australia.

Dari latar belakang sejarah dan budaya bersama itu, kedua belah pihak secara mandiri mencoba membangun jaringan, yang tidak mungkin tidak akan berkembang meluas kepada pihak pihak yang punya kepedulian serupa.
Misalnya dari Australia, ada pihak akademisi, sejarawan, arkeolog dan antropolog yang juga tertarik dalam jaringan yang berbasis kebudayaan itu.
Begitu sebaliknya dari pihak Surabaya, sudah ada insan potensial yang berlatar belakang seni batik, lukis, film dokumenter dan programmer digital. Ini semua akan menjadi unsur unsur supporting dalam upaya pembangunan jaringan yang berawal dari sifat mandiri.

People to people basis memang menjadi tujuan. Ini mengingat pentingnya interaksi dan hubungan langsung antar masyarakat atau individu, bukan hanya hubungan formal antar pemerintah, meskipun pada akhirnya akan dibutuhkan intervensi pemerintah.
Melalui pendekatan itu maka akan hadir ikatan dan rasa saling pengertian yang lebih mendalam antar individu dari latar belakang yang berbeda. Pada gilirannya akan membantu meningkatkan rasa saling pengertian untuk bisa mengurangi prasangka dan stereotip dengan memfasilitasi pertukaran budaya, pendidikan, dan pengalaman pribadi.
Kalau diketahui bahwa Australia seperti negara “Eropa” yang bertetangga dengan Indonesia. Mayoritas penduduk Australia dalam perkembangannya adalah keturunan imigran dari Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, yang memberikan corak demografi yang berbeda dari negara-negara tetangganya di Asia Tenggara. (PAR/nng).
