Budaya
Rajapatni.com: SURABAYA – Sebuah jagong budaya antar pemerhati dan pamong budaya dari penjuru Jawa di Padepokan Bhimasakti Farm di Claket, Pacet, Kabupaten Mojokerto pada Sabtu dini hari (1/11/25) akhirnya mempertemukan simpul simpul yang masing masing berangkat dari keprihatinan akan ancaman budaya.

Jagong budaya ini dipandegani oleh Ibnu Sunanto sebagai pembina Bhimasakti Farm. Kepadanya para pegiat dan pamong budaya ini mendorong Ibnu sebagai pengusaha yang peduli budaya untuk membentuk sistem dan wadah yang bisa menggodok gagasan gagasan itu.
Dari pandangan masing masing insan peduli budaya Nusantara, maka dalam menghadapi ancaman terhadap budaya Nusantara itu, perlu langkah konkrit yang sistematis, strategis dan masif. Atas gagasan gagasan itu, perlu ada upaya pendokumentasian di masing masing Object Kebudayaan atas dasar permasalahan dan solusi.
Jawaban Atas Kegelisahan
Diantara kegelisahan, yang disampaikan pada Sabtu dini hari itu adalah ancaman terhadap hilangnya pengobatan tradisional, aksara tradisional serta kebiasaan kebiasaan lainnya, yang telah diperkenalkan oleh para leluhur.
Yaitu membangun kesadaran kolektif akan pemahaman pentingnya menjaga nilai nilai budaya sebagai identitas bangsa. Misalnya busana. Ternyata, masih ada saja yang merasa malu mengenakan busana daerah. Padahal busana daerah adalah bagian dari identitas bangsa.
Anda masih merasa malu mengenakan busana daerah?
Jangan kaget. Busana daerah itu membawa pesan dan makna. Seseorang dapat dikenali bahwa dirinya adalah orang Jawa karena busana yang dikenakan. Adapun pihak, yang dapat mengidentifikasi itu, adalah warga Belanda di negeri Belanda. Dia dapat mengenal bahwa seseorang yang lalu lalang di kota Amsterdam itu mengenakan busana Jawa.
“Dari Jawa ya?”, kata seorang warga Belanda kepada wisatawan perempuan yang mengenakan kebaya di kota Amsterdam.
Aksi Nyata Dan Mandiri
Wayang disebut sebagai identitas bangsa karena wayang merupakan warisan budaya Indonesia yang kaya nilai, mencerminkan sejarah, filosofi, dan moral bangsa.

Atas kepedulian insan budaya bangsa, sebuah museum wayang dibuka di kota Mojokerto. Ide awal dari museum yang diberi nama “Museum Gubug Wayang” ini berasal dari Yensen Project Indonesia, sekelompok pemuda lintas agama yang memiliki visi dan misi yang sama untuk melestarikan seni dan budaya Indonesia.
Wal hasil, gagasan mandiri ini menghasilkan ruang publik yang edukatif tentang warisan budaya bangsa. Yaitu wayang. Museum ini diresmikan pada tanggal 15 Agustus 2015 oleh Drs. Suyadi (Pak Raden) dalam serial Televisi anak anak, Si Unyil.
Esensi mandiri dalam menjaga dan melestarikan budaya ini adalah tidak bergantung pada pemerintah. Mereka melakukannya atas dasar kesadaran kolektif yang sama.
Hal demikian lah, yang menjadi esensi jagong budaya di Bhimasakti Farm, Claket, Pacet, Kabupaten Mojokerto pada Sabtu dini hari (1/11/25).
Pemajuan Aksara Jawa
Hal serupa adalah seperti yang dilakukan secara mandiri oleh komunitas aksara Jawa di Surabaya, Puri Aksara Rajapatni. Upaya ini tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa.
Dengan segala daya upaya, komunitas Puri Aksara Rajapatni mengenalkan Aksara Jawa di kota modern Surabaya. Yang terbaru adalah memperkenalkan Aksara Jawa ke Eropa melalui penerbitan buku, yang ditulis dalam bahasa Belanda dan ditransliterasi ke dalam aksara Jawa.
Dalam rangkaian persiapan peluncuran, yang diagendakan pada Jumat, 7 November 2025 mendatang, tim Puri Aksara Rajapatni melakukan koordinasi lanjutan dengan Tim Radio Suara Surabaya pada Sabtu sore (1/11/25). Hadir dalam rapat koordinasi itu adalah Ita Surojoyo, pendiri Puri Aksara Rajapatni yang sekaligus sebagai transliterator ke dalam aksara Jawa dan tim yang terdiri dari Novita (sekretaris), Nanang Purwono (ketua) dan Christ Wibisono (budayawan).

Tim Puri Aksara Rajapatni pada sore itu ditemui oleh Fabian dan Hilmy dari Radio Suara Surabaya, yang akan menangani acara peluncuran buku.
Peluncuran buku cerita anak, yang berjudul “Bung Bebek en de Princess) ini, diagendakan digelar di Food Traffic di Radio Suara Surabaya.
Hadir pada agenda itu rencananya adalah tim penerbit dari Belanda, yang diantaranya adalah Michiel Eduard (Produser buku). Termasuk undangan khusus dari kantor Konsulat Asing, yang berkantor di Surabaya serta warga ekspatriat yang menaruh perhatian terhadap pelestarian aksara Jawa.

Pada kesempatan itu Tim Puri Aksara Rajapatni diajak Home Tour di kantor redaksi dan studio Radio Suara Surabaya. Dijadwalkan bahwa sebelum agenda peluncuran, terlebih dahulu akan dilakukan produksi podcast dengan menghadirkan Produser buku Michiel Eduard dan transliterator ke aksara Jawa, Ita Surojoyo.

Buku “Bung Bebek en de Princess” tidak sekedar buku bacaan anak tetapi sekaligus alat diplomasi budaya, khususnya terkait dengan aksara Jawa. (PAR/nng)
