Ada Kekuatan Spirit Diantara Bangunan Abad 19 di Pasuruan. Penulis Terkenal Louise Couperus Pernah di Sana.

Sejarah

Rajapatni.com: SURABAYA – Mengikuti jelajah sejarah rombongan De Historisch Nieuwsblad (Surat Kabar Sejarah) di kota Pasuruan pada Minggu (5/10/25) membuat saya penasaran mengapa cerita novel De Stille Kracht itu ditulis Louis Couperus dengan berlatar belakang tempat di Pasuruan, Jawa Timur. Novel ini ditulis pada 1900 dengan mengisahkan imajinasi peristiwa pada akhir abad 19.

Penulis (kiri) mengikuti jelajah sejarah De Historische Nieuwesblad. Foto: nng

Saya membayangkan apa yang digambarkan Monique, sebagai pemandu jelajah, yang sangat ekspresif dan disertai dengan gerakan gerakan tubuh dan intonasi suara yang puitis. Sesekali tangannya menunjuk ke suatu arah dan tempat.

Saya tidak mengerti bahasanya, Belanda, tapi saya mencoba memahami gerakan gerakan tubuhnya, tangannya dan intonasi nya. Itu membuat saya terasa hidup di antara bangunan bangunan berpilar di jalan Pahlawan (d/h Heerenstraat) Pasuruan abad 19.

Saya pun berimajinasi berdiri di bawah pohon asam (tamarin) di Heerenstraat di suasana pagi dengan kabut tipis yang membiaskan sinar mentari pagi. Bias sinar mentari pun semakin jelas ketika terbang asap putih dari pembakaran daun daun kering.

Saya membayangkan dan menduga Sang penulis Louis Couperus ada di Pasuruan pada awal abad 20.

 

Keluarga Pejabat Tinggi

Potret diri Louise Couperus. Foto: kol.Michiel

Ternyata memang benar Louis Couperus memang ada di Pasuruan dan tinggal di kediaman residen Pasuruan. Seorang kawan yang tinggal di Leiden, Michiel Eduard, menceritakan berdasarkan sumber yang ia dapat bahwa pada tahun 1899, Couperus dan istrinya tinggal selama beberapa bulan di kediaman residen di Pasoeroean.

Louis Couperus memang dari lingkungan keluarga pejabat tinggi pemerintahan Hindia Belanda.

Rumah Residen Pasuruan. Foto: kol michiels

Penulis (Louis Couperus) menggunakan kediaman resmi yang megah sebagai model kediaman residen Otto van Oudijck, tokoh utama dalam cerita De Stille Kracht.

Maklum Louis Couperus adalah dari lingkungan keluarga pejabat tinggi pemerintahan Hindia Belanda. Ia lahir di Den Haag pada 10 Juni 1863. Ayahnya adalah John Ricus Couperus (1816-1902), anggota Dewan Kehakiman di Padang (1844) dan di Batavia (1846), dan kemudian menjadi hakim di Mahkamah Agung pada tahun 1850. Ibunya adalah Catharina Geertruida Reynst (1829-1893), putri Jan Cornelis Reijnst (1798-1871), penjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Louis Couperus adalah cicit dari saudagar Abraham Couperus (1752-1813), yang kemudian menjadi Gubernur Malaka.

Rumah Residen Pasuruan. Foto: kol michiel

 

Jaringan Malam Surabaya – Leiden.

Di tangah malam Surabaya, Rabu dini hari pukul 1.45 (8/10/25) ketika saya sedang menyelesaikan tulisan ini saya bertanya kepada kawan Michiel Eduard di Leiden apakah novel De Stille Kracht itu difilmkan.

“Ada dong”, jawabnya singkat.

Tak lama kemudian dikirimlah film dokumenter itu dengan durasi 1.16.36.

“Ini Mas, ini tentang guna guna. Jadi Residen (yang diperankan Otto) orangnya baik betul, tapi istrinya nakal, dan kesepihan.. lalu.. istri nya.. tidur dengan anak nya Otto” terang Michiel setelah mengirimkan videonya.

Begitu saya buka video dan perhatikan, suasananya cocok dengan bayangan saya ketika mengikuti penjelasan Monique ketika memandu meski saya tidak mengerti bahasanya.

Penggambaran dalam film itu mirip, yang relatif sama dengan bayangan saya.

Entah kekuatan apa yang menyertaiku kala itu. Terasa ada “the hidden spirit” menyertaiku dan membukakan mata hatiku melihat keberadaan sosok penulis (Louis Couperus).

 

Fakta Louis Couperus

Louis Couperus (dua dari kanan) di Batavia. Foto : kol michiel

Pada tahun 1899, Couperus dan istrinya tinggal selama beberapa bulan di kediaman residen di Pasoeroean. Penulis (Louis Couperus) menggunakan kediaman resmi yang dulu megah ini sebagai model kediaman residen Otto van Oudijck, tokoh utama dalam De Stille Kracht.

Lanskap Pasuruan termasuk kediaman residen menjadi latar belakang kisah dramatis tentang cerita kemunduran seorang komisaris Belanda, yang menyoroti pengaruh lingkungan kolonial yang merusak identitas Eropa dan pencarian makna dalam dunia yang cair dan sementara.

Otto Van Oudijck, tokoh sentral dalam cerita De Stille Kracht. Foto: film  De Stille Kracht 

Otto van Oudijck adalah tokoh sentral dalam film dokumenter itu. Ia memerintah wilayahnya dengan penuh semangat. Ia memandang dirinya sebagai representasi dari budaya Eropa yang unggul. Ia pekerja keras dan ingin membawa wilayahnya ke tingkat yang lebih tinggi.

Istri Otto Van Oudijck. Foto: film De Stille Kracht

Sampai sampai, Ia tidak menyadari bahwa istrinya berselingkuh dengan pria. Di sequence lain diceritakan Otto Van Oudijck memecat seorang bupati setempat karena perilaku buruknya. Kemudian hal-hal misterius mulai terjadi di rumah dan di sekitarnya.

Perselingkuhan. Foto: film De Stille Kracht.

Film ini berpusat pada benturan dua budaya. Yang satu (Eropa) tampak terbuka, rasional, dan birokratis. Sementara budaya lainnya (Jawa) tersembunyi, magis, dan misterius. Orang Barat mendominasi dan mengendalikan, tetapi ia tak mampu melawan kekuatan tersembunyi dari timur, yang tanpa terasa merasuki dan menggerogoti segalanya. Otto kemudian pasrah pada lingkungan tropis dengan unsur-unsur alam yang mengamuk (bergolak).

Melihat film ini membuat saya membayangkan rumah dinas residen, yang sekarang menjadi Kantor Badan Pertanahan Nasional Pasuruan di jalan. Pahlawan (d/h Heerenstraat)

Novel dan film De Stille Kracht adalah kisah memikat tentang kesalahpahaman dan ketidak pahaman antar budaya. Kejatuhan Otto van Oudijck dalam cerita De Stille Kracht menyadarkan kita akan ketidakmungkinan untuk sepenuhnya memahami orang lain dengan beda budaya. Maka bersabarlah untuk memahami orang lain. (PAR/nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *