Rajapatni.com: Surabaya (14/4/24) – Terakhir ke jalan ꦩꦭꦶꦪꦧꦫ Malioboro Jogjakarta sekitar 5 tahun lalu, tahun 2019 ketika melakukan peliputan budaya untuk sebuah stasiun televisi lokal di Surabaya. Sesudah itu terdengan kabar bahwa Jalan Malioboro dan pedagang asongan serta souvenir ditertibkan dan ditata. Setelah selesai penataan, belum pernah melihat seperti apa hasilnya.
Minggu, 14 April 2024, berkesempatan datang ke jalan Malioboro. Bukan tujuan peliputan untuk sebuah stasiun TV lagi, tapi melakukan pengamatan terkait dengan aksara Jawa. Pada Minggu sore memang ada agenda bertemu dengan ꦄꦏ꧀ꦠꦶꦮ꦳ꦶꦱ꧀ꦧꦸꦣꦪꦄꦏ꧀ꦱꦫꦗꦮ aktivis budaya aksara Jawa yang bertempat di lingkungan dalam Kraton Kasultanan Hadiningrat.
Untuk mengisi Minggu pagi hingga siang, saya manfaatkan melihat alam Jogja dengan aksara Jawa sehingga kota Jogja berjuluk ꦏꦺꦴꦠꦲꦤꦕꦫꦏ Kota Hanacaraka. Pagi itu, setelah turun dari bus TransJogja, saya menyusuri jalan Malioboro dari ujung Selatan ke ujung Utara. Lenggang di pagi hari. Banyak warga berolah raga, jogging.
Kondisi jalan dan trotoar sudah sangat ramah penikmat jalan ꦩꦭꦶꦪꦧꦫ Malioboro. Tidak ada lagi pedagang asongan souvenir dan makan khas Jogja, gudeg di trotoar. Kini, di sepanjang trotoar, kiri dan kanan, berjajar bangku bangku taman. Di sepanjang trotoar juga ditumbuhi pohon asem, yang serasi dan sudah menjadi pohon pelindung. Pepohonan lindung ini mendukung indahnya bangunan bangunan lama. Ada yang berarsitektur kolonial dan ada pula gaya pecinan.
Semakin siang, sekira pukul 08.00, jalan Malioboro semakin ramai kendaraan pribadi mulai dari yang berplat nomor AB maupun luar kota. Maklum, Minggu, 14 April 2024, menjadi liburan ꦊꦧꦫꦤ꧀ lebaran terakhir. Dapat dipastikan bahwa suasana jalan Malioboro kian sesak.
Jalan Malioboro tetap menjadi jujugan pengunjung dan ꦮꦶꦱꦠꦮꦤ꧀ wisatawan. Jalan Malioboro tetap atraktif. Selain masih ada pedagang, khususnya menempati stand stand dalam bangunan (bukan stand tempel), di sepanjang trotoar diberi signage spot spot foto yang berbentuk patung prajurit kraton. Banyak pengunjung berswafoto. Latar belakangnya macam macam. Selain patung prajurit kraton, juga obyek sosial budaya aktivitas orang di jalan Malioboro, termasuk bangunan bangunan berarsitektur eksotik.
Oh ya, pedagang asongan yang dulu ꦠꦺꦫꦱ꧀ꦩꦭꦶꦪꦧꦫ Teras Malioboro terbiasa berdagang di sepanjang Trotoar, di dialokasikan di satu tempat di jalan Maliboro dengan nama Teras Malioboro. Sementara trotoar menjadi panggung catwalk yang menjadi daya Tarik tersendiri di Malioboro.
Jasa wisata ꦄꦤ꧀ꦝꦺꦴꦁ andong berpangkalan di ujung utara jalan Malioboro. Para kusir masih lengkap berpakaian tradisional Jawa, kain lurik dan blangkon. Mereka melayani rute keliling spot spot wisata di sekitaran Malioboro dan kraton, lalu Kembali lagi ke titik awal.
Di belakang pangkalan andong ini adalah sederetan bangunan kuno. Salah satunya adalah toko ꦄꦪꦺꦴꦣꦾ Ayodya yang menggunakan Aksara Jawa dalam ukuran besar sehingga mudah dilihat dari kejauhan. Namanya saja Jogja, Kota Hanacaraka, maka sudah banyak aksara Jawa digunakan di ranah publik. Ada nama nama jalan, nama badan usaha dan termasuk lembar lembar informasi seperti yang dibuat Dinas Perhubungan.
ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦲꦤꦕꦫꦏ Aksara Hanacaraka telah menjadi identitas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). I dentitas ini menjadi background foto pengunjung sebagai oleh oleh. Nama jalan Malioboro dalam Aksara Jawa menjadi ikon jalan Malioboro. Yang mau foto antri, bergantian. Ada yang menggeret andong untuk melengkapi gambar background.
Audio recording yang diputar menambah suasana wisata Malioboro. Ada imbauan imbauan yang bersifat informatif kepada para pengunjung. Woro woro disampaikan dalam tiga Bahasa: Indonesia, Inggris dan Jawa. Belum lagi music music gamelan, uyon uyon dan ragam kebudayaan Jawa lainnya. Singkat kata, seperangkat panca indra pengunjung mulai mata, lidah, telinga, hidung hingga perasa hati dan pikiran. Semua akan menciptakan kenangan yang tak terlupakan. (nanang PAR: